BUMN Ramai-ramai Gulung Tikar


OPINI, Sulselpos.id - Sejumlah usaha pelat merah atau Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dikabarkan gulung tikar. Lingkaran utang yang semakin membesar hingga berujung merugi sedang menimpa sejumlah BUMN. Publik mempertanyakan nasib perusahaan pelat merah yang sudah dikabarkan menelan kerugian hingga trilyunan rupiah. 

Berikut daftar BUMN yang terus merugi dan akan dibubarkan pemerintah : PT Pembiayaan Armada Niaga Nasional (PANN), BUMN yang bergerak dibidang  multi finance perkapalan ini memiliki beban utang sebesar 150 milyar rupiah di Bank dan tidak memperoleh pemasukan. PT Merpati Nusantara Airlines, berhenti mengudara  sejak 2014 silam dan mencetak rugi bersih 2.48 triliun rupiah. PT Industry Glass, pembubaran ini dilakukan pemerintah karena tidak mampu lagi menanggung beban usaha. 

Pada 2018 beban usahanya mencapai 6. 56 milyar rupiah dan masih terdapat beberapa beban lain-lain sebesar 57.13 milyar rupiah dan beban bungan 48 milyar rupiah. PT Kertas Leces (Persero) berada dalam keadaan insolvens atau tidak dapat membayar utang atau kewajibannya dengan tepat waktu. Perusahaan ini dinyatakan pailit akibat punya utang 2.12 tiliun rupiah. (www.cnbcindonesia.com)

Menteri BUMN Erick Tohir mengatakan keputusan membubarkan BUMN tersebut karena sudah tidak dapat melaksanakan perannya dalam memberikan kontribusi terhadap perekonomian nasional, meraih keuntungan dan memberikan kemanfaatan umum sesuai Undang-Undang BUMN No. 19 tahun 2003.
Selama ini, BUMN kerap merugi dan terkesan mudah mendapat gelontoran dana dari pemerintah. Alasannya bukan rahasia lagi, jika perusahaan pelat merah itu kerap menjadi “sapi perah” banyak kepentingan termasuk pemerintah sendiri. 

Hal ini bisa dilakukan dengan  memainkan proyek-proyek maupun memasukkan “orang dekat” ke perusahaan pelat merah. Tak heran korupsi yang dilakukan pejabat BUMN kerap terjadi. Di sisi lain BUMN dituntut dengan proyek strategis nasional namun pemerintah tidak membiayai secara penuh. Untuk menghindari perusahaan pelat merah jadi “sapi perah” pihak tertentu, pemerintah melakukan privatisasi atau menawarkan saham perdana (IPO) perusahaan negara sebanyak-banyaknya. Harapannya tercipta tata kelola perusahaan yang baik dalam BUMN. Sebab upaya iniotomatis menciptakan transparansi pada publik atau pemegang saham.

Dari tata kelola BUMN ini dapat disimpulkan bahwa kebangkrutan BUMN sejatinya bukan hanya soal mismanagemen atau korupsi internal. Akan tetapi, paradigma salah dalam memandang aset negara dan rakyat (milkiyah daulah/milkiyah ammah).
Dalam sistem ekonomi kapitalisme-neoliberal aset negara atau kepemilikan rakyat sah-sah saja diperjualbelikan. Selama ada pihak bermodal besar yang sanggup mengelolanya. Padahal BUMN yang dikelola dengan paradigma kapitalisme-neoliberal hanya menjadikan negara berlepas diri. 

Aset strategis BUMN diperjualbelikan dengan mudah, siapa yang memiliki modal besar dialah pemilik sesungguhnya. Alhasil, aset negara hanya dipandang sebagai objek bisnis untuk mendapatkan keuntungan. Padahal memandang aset negara dengan pandangan untung rugi menyebabkan BUMN lebih banyak memberi untung bagi segelintir pihak yang menghalangi kemaslahatan publik secara luas. Sementara negara bertindak sebagai regulator yang akan memuluskan jalan para korporasi menguasai aset-aset strategis negara. Alhasil BUMN bukan lagi milik negara melainkan milik segelintir orang hingga sesuka hati dalam mengelolanya.

Pangkal dari keterpurukan dunia Islam termasuk Indonesia justru karena mengadopsi ideologi kapitalisme liberal ini dengan mencampakkan syariah Islam. Penerapan ideologi kapitalisme inilah yang menguatkan penjajahan asing untuk mengeksploitasi kekayaan alam atas nama hutang, investasi asing, atau perdagangan bebas. Privatisasi BUMN, pengurangan subsidi yang justru semakin memperberat beban hidup rakyat. Dengan kapitalisme ini, alih-alih bangkit, Indonesia justru akan semakin bangkrut secara ekonomi maupun politik. 

Berbeda dengan pandangan Islam, mengatur kepemilikan negara sebagai harta  milik umat yang harus diurus dengan ketentuan syariat dan diselenggarakan dalam rangka mewujudkan kemaslahatan semua muslim. Harta milik negara adalah izin dari pembuat hukum yaitu Allah SWT atas setiap harta yang hak pemanfaatannya berada ditangan negara. Status kekayaan alam adalah milik umat, negara mengelola kemudian hasilnya diserahkan kepada umat untuk mewujudkan kesejahteraan yang diharapkan umat. Berdasarkan hadits Rasulullah SAW: “kaum muslim berserikat dalam tiga perkara yaitu padang rumput, air dan api” (HR. Abu Dawud dan Ahmad).

Kas negara dalam Islam disebut dengan Baitul Mal, sumber pemasukan negara yang masuk ke Baitul Mal diperoleh dari Fa’i (Anfal, Ghanimah, Khumus), Jizyah, Kharaj,’Usyur, harta milik umum yang dilindungi negara, Khumus Rikaz dan tambang, harta orang yang tidak mempunyai ahli waris, harta orang murtad. Pajak dalam Islam adalah jalan terakhir apabila Baitul Mal benar-benar kosong dan sudah tidak mampu memenuhinya. Jika ekonomi kapitalis hanya memiliki pajak sebagai sumber utama pemasukan negara, maka hal ini berbeda dengan dengan sistem ekonomi Islam. Masih ada dua sumber pemasukan negara, yaitu bagian kepemilikan umum dan shadaqah. Syeikh An-Nabhani dan Abdul Qadim Zallum menerangkan, bahwa yang dimaksud dengan kepemilikan umum adalah:

Fasilitas/sarana umum yang jika tidak ada pada suatu negeri akan menyebabkan banyak orang bersengketa untuk mencarinya, seperti air, padang rumput, jalan-jalan umum.

Barang tambang yang jumlahnya tak terbatas (sangat besar) seperti tambang minyak dan gas bumi, emas dan logam mulia lainnya.

Sumber daya alam yang sifat pembentukannya menghalangi untuk dimiliki individu, seperti laut, sungai, danau.

Sumber pemasukan dan kepemilikan umum inilah yang berpotensi besar memberikan pendapatan terbesar bagi negara. Negara mengelola kepemilikan ini secara mandiri. Begitulah konsep Islam mendapat pemasukan untuk negara yang nantinya didistribusikan kepada rakyat.

Sudah saatnya kita tak mengenal lelah menyeru kepada umat terutama penguasa agar menerapkan sistem Islam dalam segala aspek kehidupan berbangsa dan bernegara. Kaum muslim membutuhkan pemimpin yang sanggup mengelola dan mengatur sumber daya alam demi kesejahteraan umat. Bukan pemimpin yang hanya berkoar-koar memberi janji palsu, sementara tangannya tak pernah memihak kepada rakyat. Kita membutuhkan institusi Khilafah yang dipimpin seorang khalifah/pemimpin yang akan menjadi perisai yang melindungi umat.

Penulis : Nur Yani, S.Si
(Pemerhati Sosial)

*Tulisan tanggung jawab penuh penulis

0 Komentar