Makan Bergizi Gratis: Menjawab Krisis Gizi atau Mengundang Ketergantungan

Indonesia, SulselPos.Id---sekitar 9% penduduk Indonesia masih berada dalam kategori kurang gizi, sementara lebih dari 30% mengalami stunting atau gagal tumbuh. Dalam konteks ini, MBG tampaknya menjadi langkah yang tepat untuk membantu mereka yang membutuhkan.

 Namun, beberapa kalangan mempertanyakan apakah solusi instan seperti ini bisa benar-benar mendasar atau malah memperburuk kondisi jangka panjang.

Dalam konteks MBG, meskipun program ini memberikan akses ke makanan bergizi, pertanyaannya adalah apakah program ini cukup memberdayakan masyarakat untuk meningkatkan kapasitas mereka secara lebih holistik dan berkelanjutan, atau ia hanya menjadi solusi jangka pendek yang menghilangkan insentif bagi individu untuk memperbaiki kondisi sosial-ekonominya secara lebih mendalam. 

a. Tantangan Gizi di Indonesia dan Urgensi MBG
Indonesia, meskipun telah mengalami kemajuan ekonomi yang signifikan dalam
beberapa dekade terakhir, masih menghadapi masalah serius dalam hal gizi. Berdasarkan data dari Kompas (2023), sekitar 9% penduduk Indonesia masih mengalami kekurangan gizi, dan lebih dari 30% anak-anak Indonesia menderita stunting, yaitu gagal tumbuh akibat kekurangan gizi yang kronis. Masalah ini tidak hanya mengancam kualitas hidup individu, tetapi juga berdampak negatif pada potensi sumber daya manusia Indonesia secara keseluruhan. Dengan situasi tersebut, program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang diperkenalkan oleh pemerintah bisa menjadi solusi penting dalam mengurangi masalah gizi di kalangan masyarakat miskin, terutama mereka yang tinggal di daerah terpencil atau miskin secara ekonomi.
b. Makan Bergizi Gratis: Solusi Jangka Pendek atau Pendekatan yang Terkelola?
Dalam perspektif jangka pendek, MBG memang dapat dianggap sebagai langkah yang positif untuk mengatasi krisis gizi. Pemberian makanan bergizi langsung kepada masyarakat miskin berpotensi mengurangi malnutrisi dan mengatasi kelaparan dalam waktu singkat.
Namun, apakah program ini cukup untuk mengatasi masalah secara mendalam? Program MBG cenderung memberikan solusi instan tanpa mengatasi penyebab mendasar dari masalah gizi, seperti rendahnya pendapatan masyarakat atau ketidakmampuan keluarga untuk mengakses pangan bergizi secara mandiri. Salah satu kritik terhadap MBG adalah bahwa program ini mungkin menciptakan ketergantungan.
c. Pro dan Kontra: MBG sebagai Solusi Komprehensif
Meskipun banyak pihak yang mendukung MBG sebagai langkah yang diperlukan untuk mengatasi masalah gizi, tidak dapat dipungkiri bahwa beberapa kritik datang dari para ahli yang menganggap program ini belum cukup efektif untuk menyelesaikan akar masalah. Dr.
Sutaryo (2021) dalam penelitiannya menyatakan bahwa, meskipun MBG dapat meningkatkan status gizi dalam jangka pendek, program ini harus diikuti dengan upaya-upaya jangka panjang seperti pendidikan gizi, pendampingan untuk peningkatan ekonomi keluarga, dan akses lebih baik terhadap pangan bergizi yang lebih berkelanjutan. Ini bukan hanya tentang pemberian makanan, tetapi juga tentang bagaimana masyarakat dapat mengelola dan mengakses sumber daya untuk kesejahteraan mereka sendiri.
d. Rekomendasi: Jalan Tengah Menuju Solusi Berkelanjutan
Untuk menjadikan program MBG lebih efektif, pemerintah harus mempertimbangkan pendekatan yang lebih komprehensif dan berkelanjutan. Beberapa rekomendasi untuk meningkatkan dampak positif MBG antara lain:
a) Memberikan pelatihan dan pendampingan untuk meningkatkan keterampilan ekonomi keluarga, sehingga mereka dapat mandiri dalam memperoleh pangan bergizi.
b) Mengintegrasikan program edukasi gizi yang mengajarkan masyarakat cara-cara memilih dan mengolah makanan bergizi dengan biaya terjangkau.
c) Meningkatkan infrastruktur distribusi pangan agar masyarakat di daerah terpencil juga bisa mendapatkan akses terhadap bahan pangan bergizi tanpa harus bergantung pada bantuan gratis.


Program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang diluncurkan oleh pemerintah Indonesia bertujuan untuk mengatasi krisis gizi, khususnya di kalangan masyarakat miskin dan mereka yang terdampak oleh malnutrisi dan stunting. Dalam konteks ini, MBG dapat dianggap sebagai langkah positif yang memberikan akses langsung kepada makanan bergizi yang sangat dibutuhkan oleh kelompok masyarakat tersebut. Namun, meskipun MBG bisa memberikan manfaat jangka pendek, pendekatan ini belum cukup untuk mengatasi masalah gizi secara menyeluruh. Program ini lebih fokus pada pemberian makanan dan kurang menitikberatkan pada pemberdayaan ekonomi serta pendidikan gizi yang berkelanjutan bagi penerima manfaat.
Tanpa langkah-langkah yang lebih holistik, seperti pelatihan keterampilan dan edukasi gizi yang terintegrasi, ada risiko bahwa masyarakat akan terus bergantung pada bantuan tersebut, menciptakan ketergantungan jangka panjang.
ADVERTISEMENT