Pendidikan : Kebebasan atau Tekanan

Sulfikar
OPINI, Sulselpos.id - Konsep pendidikan KI HAJAR DEWANTARA adalah memerdekakan. Tujuan dari pendidikan adalah kemerdekaan, artinya setiap orang bebas memilih menjadi apa saja tanpa menghilangkan kemerdekaan orang lain.

Dewasa ini, pendidikan justru ingin melepaskan diri dengan kemerdekaan itu, dalam artian pendidikan hari ini menuntut kita untuk melakukan hal ini dan itu, padahal yang harusnya terjadi adalah mengolah potensi-potensi yang ada ke arah yang sadar akan lingkungan kita, sehingga tindakan kita bermanfaat pada masyarakat.

Disisi lain pendidikan juga selalu menekankan linearitas yang dilandasi dengan asumsi tentang industrialisasi yang erat kaitannya dengan hilirisasi, artinya pendidikan harus selalu selaras dengan sesuatu yang nantinya dibutuhkan oleh dunia kerja khususnya dunia industri, dalam bahasa bugis biasa disebut link and match, artinya keselarasan antara dunia pendidikan dan dunia kerja, jadi orientasinya bukan lagi supply minded tapi lebih kepada demand minded atau lebih ke arah permintaan pasar, hal ini menjelaskan bahwa teori ekonomi pendidikan human capital masih terus bekerja didunia pendidikan. 

Teori ekonomi human capital ini menjelaskan bahwa semua manusia adalah investasi untuk diinvestasikan pada pertumbuhan ekonomi. Tindakan seperti ini justru menghilangkan nilai-nilai kebebasan didunia pendidikan karena sistem pendidikan yang bekerja berorientasi pada permintaan pasar dan masih terus dilanggengkan didunia pendidikan.

Berdasarkan Undang-Undang No.30 Tahun 2003 tentang sistem Pendidikan Nasional, pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.

Jadi pendidikan merupakan proses transformasi ilmu pengetahuan dan pengembangan wawasan intelektual yang menjunjung tinggi nilai-nilai kebebasan berekspresi. Bukan sebaliknya,dengan melakukan pembungkaman, penindasan, melanggengkan sirkulasi kapital, mempertahankan status quo, kekerasan simbolik dan berbagai permasalahan di dunia pendidikan.

Seiring perkembangan zaman, muncul masalah tentang mahalnya biaya pendidikan, dari tahun ke tahun biaya pendidikan di Indonesia terus melonjak, sehingga tidak sedikit orang yang yang merasa terdiskriminasi akan mahalnya biaya pendidikan, ada yang memilih untuk tidak melanjutkan pendidikannya ke jenjang yang lebih tinggi, bahkan adapula yang memutuskan berhenti kuliah ditengah semester berjalan karena mahalnya biaya pendidikan, sehingga yang terjadi adalah lahirnya kelas-kelas sosial dan kecemburuan sosial di dunia pendidikan, dan juga mengakibatkan jauhnya layanan pendidikan terhadap masyarakat kelas bawah, sehingga pelajar sebagai entity atau elemen yang terlibat langsung dalam dunia pendidikan mulai berkurang dan akan berdampak pada lemahnya kualitas sumber daya manusia, padahal ketika kita merujuk pada pasal 33 ayat (1) UUD 1945 menegaskan bahwa perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan. 

Pada pasal 33 ayat (4) UUD 1945 menyatakan bahwa perekonomian nasional diselenggarakan berdasar atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional. Artinya aturan ini mempermudah akses masyarakat kelas bawah atau kurang mampu dari segi ekonomi untuk melanjutkan jenjang pendidikan tanpa tekanan biaya yang tinggi, akan tetapi aturan ini hanya dikuasai secara de jure di atas kertas, namun secara de facto di kuasai oleh sistem kapitalisme yang masih terus bekerja di dunia pendidikan, sehingga mental yang lahir jauh dari cita-cita pendidikan.

Jadi dunia pendidikan hari ini harus mampu memberikan layanan pendidikan kepada seluruh elemen masyarakat dan menjunjung tinggi nilai-nilai kebebasan berekspresi, mengolah segala potensi yang ada, membangun kesadaran akan permasalahan dilingkungan sekitar, dan menuntut untuk terus berfikir bukan hanya melakukan, dan harus menghilangkan budaya-budaya kapitalistik dalam dunia pendidikan.

Penulis : Sulfikar
MAHASISWA UIN Alauddin Makassar

*Tulisan tanggung jawab penuh penulis*

0 Komentar