Kapitalisme Mengganas Membuat Masyarakat Indonesia Terdesak pada Era Pasca Pemulihan Pandemi Covid-19

                         Andini Ulfiani

OPINI, Sulselpos.id - Kapitalisme memang bukan sistem perekonomian yang dianut oleh negara Indonesia. Akan tetapi secara tidak langsung negara indonesia seperti dikendalikan dengan sistem kapitalisme. 

Kapitalisme berasal dari pemikiran adam smith. Ia menuliskan dasar teori ekonomi pasar bebas. 

Dimana dalam hal ini kapitalisme merupakan sistem ekonomi yang memberikan kebebasan kepada seseorang dalam kegiatan perekonomian, dan bahkan dalam sistem kapitalisme memiliki tujuan meraih keuntungan sebesar-besarnya dengan biaya produksi sekecil-kecilnya.

Dalam sistem kapitalisme pemerintah tidak terlalu campur tangan pada sistem pasar. Peran pemerintah hanya mengawasi dan memberikan izin terhadap perusahaan perusahaan sebagai pemilik modal. 

Jadi dalam hal ini berkaitan dengan teori yang membahas kapitalisme bahwa seseorang yang memiliki modal diberikan kebebasan untuk menjalankan aktivitas perekonomiannya. 

Terkhusus pada pemilik modal yang besar yang membuat pemerintah lebih gampang memberikan izin terhadap mereka. Pada saat pandemi Covid-19 banyak kasus kasus yang terjadi yang menyebabkan adanya sistem kapitalisme yang muncul di Indonesia semakin kuat. 

Salah satu contohnya yaitu strategi sederhana yang sangat besar yang membuat pemerintah ternyata salah sasaran. Pemerintah yang ingin mengelamatkan dan memperkuat UMKM selama pandemi ternyata lebih menyelamatkan pengusaha besar saja. 

Pada insentif perpajakan, untuk UMKM sebesar Rp 2,4 triliun sedangkan perusahaan besar mencapai Rp 179,48 triliun. Padahal dapat dikatakan untuk di masa pandemi covid-19 masyarakat lebih mengacu untuk membeli suatu barang di dalam jenis UMKM. 

Dikarenakan UMKM lebih menjual sesuatu kebutuhan yang lebih murah yang dapat membantu masyarakat mengatur keuangannya di masa pandemi.

Nah, itu salah satu contoh diatas dimana kebijakan pemerintah yang salah sasaran, sehingga lebih mendominasi perusahaan yang memiliki modal besar untuk mendominasi pasar selama pandemi, padahal pada saat itu masyarakat lagi terperangkap dalam krisis perekonomian. 

Dan inilah yang membuat para perusahaan perusahaan yang memiliki modal yang besar meraih keuntungan sebesar-besarnya. Seiring berjalannya waktu, pandemi covid-19 hampir mulai memulih. 

Ternyata masyarakat tidak mementingkan lagi masalah wabah virus covid-19. Ternyata kelangkaan minyak yang terjadi pada beberapa bulan yang lalu membuat masyarakat lupa akan wabah virus pandemi covid-19. 

Dilihat dari sosial media dan penglihatan secara langsung masyarakat rela mengantri berjam jam hanya untuk mendapatkan 1-2 liter minyak goreng. 

Padahal yang kita tahu bahwa protokol kesehatan yang diterapkan pada saat pandemi covid-19 yaitu dengan menjaga jarak dan menghindari kerumunan menjadi salah satu strategi untuk memutus tali wabah virus pandemi covid-19, tetapi masyarakat melawan protokol kesehatan tersebut demi mendapatkan minyak goreng yang murah.

Dalam kasus kelangkaan minyak goreng ini berkaitan dengan salah satu sistem kapitalisme. Ternyata stok minyak goreng sebenarnya selama ini tersedia dan mencukupi untuk kebutuhan masyarakat, tetapi para produsen kompak menahan stok minyak tersebut lantaran ogah menjualnya dengan harga eceran tertinggi (HET) yang ditetapkan pemerintah sebesar Rp 14 ribu per liter. 

Buktinya, begitu pemerintah mencabut aturan HET rak-rak di minimarket segera kembali dijejali minyak-minyak goreng kemasan ukuran 1 dan 2 liter tapi dengan harga yang langsung meroket sesuai harga pasar pada kisaran Rp 24 ribu per liter. 

Hal ini membuat pemerintah kalah melawan kapitalisme, karena produsen sangat mengambil keuntungan yang besar dalam hal ini. Pemilik modal, pengusaha, atau produsen minyak yang di Indonesia artinya juga pemilik kebun sawit berjaya atas negara yang akhirnya menyerah pada mekanisme pasar dan masyarakat yang merana akan kelangkaan minyak goreng ini. 

Bagaimana tidak dikatakan merana, mereka yang mengantri lama-lama kadang tidak mendapat minyak goreng. Karena kita tahu minyak goreng memang menjadi kebutuhan pangan yang sangat dibutuhkan oleh masyarakat. 

Dan minyak goreng pun banyak dibutuhkan oleh pedagang pedagang kaki lima, yang pada saat ini mereka menentukan harga pasar sesuai dengan kenaikan harga minyak yang membuat semua harga serba meningkat. Itulah juga yang membuat masyarakat resah.

Masyarakat berharap pada kuasa pemerintah melakukan mekanisme kontrol terhadap harga-harga dan ketersediaan kebutuhan pangan, khususnya untuk harga minyak goreng. Harus ada kebijakan yang dibuat oleh pemerintah sehingga secepat mungkin dapat mengatasi permasalahan ini. 

Pemerintah dapat melakukan upaya seperti melakukan operasi pasar, dengan memeriksa atau mengawasi produsen yang harus memiliki kewajiban untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri terlebih dahulu sebelum memenuhi kebutuhan ekspor. 

Pemerintah harus memastikan pasokan minyak goreng dalam negeri terpenuhi dengan harga yang terjangkau sehingga harga minyak goreng didalam negeri tidak melonjak naik.
 
Daftar Pustaka

https://publika.rmol.id/read/2020/11/08/460126/selama-pandemi-kapitalisme-di-indonesia-makin-ganas

https://news.unair.ac.id/2022/02/25/tiga-alternatif-kebijakan-pemerintah-untuk-atasi-kelangkaan-minyak-goreng/

Penulis : Andini Ulfiani
(Mahasiswi Jurusan Ilmu Ekonomi
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam
Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar)

0 Komentar