Front Mahasiswa Demokrasi Unras di Kejati Sulsel Terkait Dugaan Korupsi di RSUD Lanto Daeng Pasewang Jeneponto


MAKASSAR, Sulselpos.id - Sejumlah mahasiswa yang mengatasnamakan dirinya Front Mahasiswa Demokratik (FMD) kembali melakukan aksi demonstrasi di depan kantor Kejaksaan Tinggi Sul-sel, Rabu (27/4/22).

Mereka menyikapi perihal dengan dugaan indikasi tindak pidana korupsi yang telah terjadi di lingkup RSUD Lanto Daeng Pasewang  Jeneponto.

Dalam orasinya  terkait dengan adanya ketidakwajaran atas laporan pertanggungjawaban belanja upah jasa kegiatan penyediaan jasa tenaga pendukung administrasi/teknis perkantoran dan realisasi belanja tambahan penghasilan yang mereka anggap berpotensi mengakibatkan kerugian keuangan daerah pada tahun anggaran 2019.

 Selain itu, pengunjuk rasa juga mempermasalahkan terkait dengan masih adanya pajak penghasilan yang sampai hari ini belum di setor ke kas negara.

Arunk Capung, selaku jendral lapangan menjelaskan bahwa potensi pemborosan dan atau kerugian keuangan daerah akibat dari hasil laporan Pertanggungjawaban Belanja Upah Jasa Kegiatan Penyediaan Jasa Tenaga Pendukung Administrasi/Teknis Perkantoran pada RSUD Lanto Daeng Pasewang TA 2019.

"Tidak Dapat Diyakini Kewajarannya Sebesar Rp3.300.977.500,00 dan Pembayaran Tidak Sesuai Ketentuan Sebesar Rp703.810.000.00 Serta pada tahap realisasi Belanja Tambahan Penghasilan pada RSUD Lanto Daeng Pasewang TA 2019 Berpotensi Merugikan Keuangan Daerah Sebesar Rp881.084.000,00 dan Tidak Dapat Diyakini Kewajarannya Sebesar Rp661.900.000,00 serta Terdapat Pajak Penghasilan Belum Disetor ke Kas Negara," jelasnya 

Menurutnya, hal tersebut sangat bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Diantaranya yang beliau maksud adalah UU No.1 Tahun 2004 Tentang perbendaharaan Negara, pasal 18 ayat (3), pasal 54 ayat (1) dan pasal 59 ayat (2). Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 jo Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah, Pasal 12 ayat (2), Pasal 14 ayat (2), Pasal 121 ayat (2), pasal 141 ayat (1) dan pasal 150 ayat (3). Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 jo. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 59 tahun 2007 jo. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 21 Tahun 2011 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah, pasal 132 ayat (1 dan 2), pasal 210 ayat (1 dan 2), pasal 211 (poin a dan b) dan pasal 315 ayat (2).

“Dengan adanya hasil laporan pertanggungjawaban belanja upah jasa kegiatan yang tidak dapat diyakini kewajarannya serta realisasi belanja tambahan penghasilan yang berpotensi merugikan keuangan daerah pada RSUD LANTO DAENG PASEWANG kab. Jeneponto ini mencerminkan betapa bobroknya sistem pengelolaan keuangan di jajaran RSUD LANTO DAENG PASEWANG,” terangnya.

Arunk juga menjelaskan terkait dengan rincian Laporan Realisasi Anggaran RSUD LANTO DAENG PASEWANG yang berakhir 31 Desember 2019 menyajikan anggaran belanja upah jasa atas kegiatan penyediaan jasa tenaga pendukung administrasi/teknis perkantoran (upah jasa dokter, perawat, tenaga teknis) sebesar Rp10.494.350.000,00 dengan realisasi sebesar Rp9.505.417.500,00 (90,58%). 

Dia juga menambahkan hasil pemeriksaan yang telah dilakukan oleh BPK terhadap pertanggungjawaban belanja upah jasa atas kegiatan penyediaan jasa tenaga pendukung administrasi/teknis perkantoran (upah jasa dokter, perawat, tenaga teknis) yang mengakibatkan beberapa permasalahan sebagai berikut:
Belanja Upah Jasa Kegiatan Penyediaan Jasa Tenaga Pendukung Administrasi/Teknis Perkantoran Tidak Didukung Bukti Pertanggungjawabkan sebesar Rp3.300.977.500,00
Pembayaran Belanja Upah Jasa Kegiatan Penyediaan Jasa Tenaga Pendukung Administrasi/Teknis Perkantoran Tidak Dilaksanakan Sebesar Rp417.510.000,00
Pembayaran Belanja Upah Jasa Kegiatan Penyediaan Jasa Tenaga Pendukung Administrasi/Teknis Perkantoran Tidak Sesuai Ketentuan Sebesar Rp286.300.000,00.

Arunk Capung juga menjabarkan Kemudian, terkait dengan realisasi belanja tambahan penghasilan pada tahun anggaran 2019 di RSUD LANTO DAENG PASEWANG juga mereka anggap sangat berpotensi merugikan keuangan daerah sebesar Rp881.084.000,00 dan tidak diyakini kewajarannya sebesar Rp661.900.000,00, serta terdapat pajak penghasilan yang belum di setor ke kas negara. Menurutnya, hal tersebut akhirnya mengakibatkan Pajak penghasilan atas penerima tambahan penghasilan periode bulan Januari s.d. Maret 2019 yang belum disetor mengakibatkan kekurangan penyetoran ke kas negara, Belanja tambahan penghasilan yang tidak didukung dengan bukti pertanggungjawaban dan tidak sesuai ketentuan berpotensi merugikan keuangan daerah sebesar Rp881.084.000,00 (Rp870.964.000,00 + Rp10.120.000,00), serta Belanja tambahan penghasilan yang tidak terkonfirmasi tidak dapat diyakini kewajarannya sebesar Rp661.900.000,00.

“Terkait dengan beberapa laporan pertanggungjawaban yang tidak dapat di yakini kewajarannya serta realisasi belanja tambahan penghasilan yang berpotensi merugikan keuangan daerah tersebut, kami menganggap adanya upaya-upaya perbuatan yang melawan hukum (KKN) yang coba di lakukan oleh oknum-oknum terkait dari pihak rumah sakit itu sendiri ,“ terang Arunk

“Maka bersamaan dengan itu pula, kami dari FRONT Mahasiswa Demokratik meminta kepada Kejati Sulsel untuk segera memberikan atensi khusus dalam menyelidiki kasus yang kami maksudkan itu”, tegasnya.

“Ini adalah aksi prakondisi! Selanjutnya kami akan melakukan aksi unjuk rasa yang lebih masif lagi serta melakukan pelaporan secara resmi terkait kasus yang kami kawal ini” ujar Arunk dalam orasi penutupnya.

Sampai berita ini di turunkan, belum ada klarifikasi dari pihak RSUD terkait dengan issue yang di persoalkan para pengunjuk rasa tersebut.

Pardi

0 Komentar