Dukun Dalam Panggung Politik : Kotak Suara Hitam pada Pilkades Sipaenre


OPINI, Sulselpos.id - Dukun atau yang sering juga disebut dengan ‘orang pintar’, adalah suatu profesi yang tidak asing kedengarannya di telinga masyarakat Indonesia pada umumnya. 


Di desa Sipaenre sendiri sebuah pelosok desa di Kabupaten Bulukumba Sulawesi Selatan, dukun dikenal dengan sebutan ‘Sanro’. Walaupun nama atau istilahnya berbeda di setiap daerah, keterlibatan dukun ini sangat popular di masyarakat. 


Dukun seringkali didefinisikan sebagai seorang yang mampu menyembuhkan penyakit melalui tenaga supranatural dan membantu menyelesaikan berbagai permasalahan kehidupan lainnya. 


Berdasarkan definisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa dukun adalah seseorang yang memiliki kemampuan tertentu dalam membantu seorang lainnya. 


Namun dukun yang dimaksud dalam tulisan ini adalah paranormal dalam ruang lingkup politik.


Manusia dalam menghadapi berbagai permasalahan hidup tentu mencari jalan keluar, dengan cara yang rasional, ada pula yang irasioanal. 


Jalan yang rasional tentu dilakukan dengan cara berpikir logis dan empiris. Namun fakta sosial menyatakan bahwa masyarakat banyak mencari hal-hal mistis. Salah satunya mereka mencari jalan keluar permasalahaan hidupnya melalui dukun/paranormal. 


Seringkali agama menjadi salah satu jalan keluar dari berbagai persoalan tersebut. Meski begitu, fenomena fakta sosial di masyarakat memperlihatkan tak sedikit pula yang bertentangan dengan ajaran agama itu sendiri. 


Sebagai contoh, dari mulai pemilihan kepala desa, pencalonan anggota dewan, bupati, gubernur dan presiden tak bisa dilepaskan dari hal tersebut. 


Penulis berusaha mempelajari fakta sosial tersebut, sebagaimana kenyataan di Desa Sipaenre Kecamatan Kindang Kabupaten Bulukumba masih banyak masyarakat yang mempercayai dukun atau menggunakan jasa dukun. 


Meskipun jasa dukun yang dimaksud umumnya tidak berada dalam lingkup Desa Sipaenre sendiri (dukun luar dearah), namun penggunaan jasa dukun ini memiliki beberapa tujuan. 


Dan berdasarkan survei yang dilakukan penulis, penggunaan jasa dukun di Desa Sipaenre dominan di ruang lingkup kekuasaan politik (pemilihan kepala desa). 


Oleh karena itu penulis akan lebih jauh membahas tentang kepercayaan masyarakat terhadap dukun dalam ruang lingkup politik yang dimaksud. 


Kepercayaan masyarakat kepada dukun dikarenakan dukun dianggap sebagai penolong, meskipun di Desa Sipaenre termasuk desa yang sebagaian besar masyarakatnya sudah terpengaruh dengan era modernisasi namun kepercayaan terhadap hal-hal mistis di desa tersebut masih sangat kental. 


Hal ini dikarenakan kepercayaan terhadap dukun dianggap warisan sistem budaya yang diturunkan dari nenek moyang. 


Bahkan masyarakat beranggapan bahwa kepercayaan terhadap dukun adalah sesuatu yang diperoleh melalui hasil belajar atau di Desa Sipaeenre sendiri dikenal dengan istilah “Annuntu’ Pangngissengang”, sehingga pola hidup sebagian masyarakat selalu tergantung pada hal-hal mistis dalam hal ini dukun.


Secara umum status dukun dalam kacamata masyarakat Desa Sipaenre dipandang sebagai sebuah status sosial yang terhormat dikarenakan mereka mengganggap dukun sebagai seseorang yang memiliki kempampuan lebih yang mampu mengatasi berbagai masalah sehingga kenyataan keberadaan dukun sangat dibutuhkan secara fungsional.


Hal tersebut dilihat dari maraknya kalangan masyarakat kelas bawah sampai masyarakat kelas atas yang beramai-ramai datang ke dukun dengan berbagai tujuan.


Seperti yang telah dijabarkan penulis sebelumnya, dukun yang akan dibahas dalam hal ini adalah “Dukun Politik”. 


Bentuk kepercayaan terhadap hal-hal mistis selalu turut ikut serta atau pesan-pesan orang terdahulu yang dikenal dengan istilah “Pasang-Pasang Tau Riolo” selalu menjadi pegangan dalam setiap pola hidup masyarakat Desa Sipaenre. 


Kontestasi Politik menjadi cermin besar yang diperlihatkan masyarakat terhadap kepercayaannya pada dukun. 


Tepat pada bulan November 2018 puncak pesta demokrasi akan dimulai, Pemilihan Kepala Desa di Desa Siapaenre menjadi momentum yang dimanfaatkan para dukun dalam menawarkan jasanya bagi calon kepala desa.


Dengan iming-iming “akan memenangkan pemilihan”. Penulis mengamati fakta yang ada hampir semua calon bersama masing-masing massa pendukung atau tim suksesnya menggunakan jasa dukun dengan tujuan agar bisa menang dalam pemilihan kepala desa tersebut. 


Berlatar belakang akademisi, banyaknya mesin partai yang dapat diandalkan serta hadirnya konsultan politik modern tidak dapat menutup pintu keikutsertaan jasa dukun yang digunakan para calon kepala desa. 


Sebab dengan trik-trik dan dalil tertentu, berbagai ritual dan amalan yang mereka kerjakan membuat para calon semakin percaya diri bahwa jalan menuju kursi pemerintahan akan dipermudah. 


Hal ini membuat kontestasi politik Pemilihan Kepala Desa di Desa Sipaenre tidak lagi terletak pada menampakkan kualitas calon di debat kandidat tetapi masing-masing bersaing dengan beradu ilmu dukun atau dikenal dengan istilah “Assicoba Pangngissengang”.


Kehadiran dukun politik di kancah Pilkades Desa Sipaenre menjadi salah satu bukti bahwa menjelang kontestasi politik jasa perdukunan semakin laris dengan atau tanpa iklan sekalipun. 


Dengan dalih sebagai konsultan yang memberikan jasa dalam bentuk nasehat dan ramalan yang berbau magis tidak bisa dibantahkan begitu saja, hadirnya panasehat spritual para kandidat dengan berbagai latar belakang orientasi tidak kalah hebatnya dengan konsultan politik modern. 


Bukan rahasia umum lagi Pilkades Desa Sipaenre menebar aroma mistik dalam kontestasinya, pancaran kekuatan aura mistik dari dalam jiwa para kandidat turut mengejawantah dalam medan pertarungan. 


Aroma mistik Pilkades Desa Sipaere 2018 lalu semakin mewarnai panggung politik setelah terkuaknya pengakuan dari salah satu tim sukses kandidat yang menyatakan bahwa ada hal aneh yang terjadi sebelum pemungutan suara yakni.


Ditemukannya kain kafan bergelantungan di sekitar area pemilu yang sebagian besar masyarakat menganggap hal itu sebagai jampi-jampi agar tim lawan bisa dikalahkan. 


Fenomena praktik perdukunan memang tidak bisa dipisahkan dari pentas politik terlebih lagi politik di panggung pedalaman. 


Harus diakui peran para dukun dalam dinamika politik merupakan sebuah fakta, praktik perdukunan dalam hiruk pikuk politik di tingkat kontestasi dan kompetisi sudah sangat nyata bahkan sudah menjamur dan menjadi sesuatu yang melekat.


Dalam roda politik di Negeri kita ini. Kotak suara hitam praktik perdukunan di panggung politik dianggap sebagai jalan yang mempermudah menduduki kursi kekuasaan, menjadikannya aktor politik yang memiliki karisma kepemimpinan, 


Menangnya berterima kasih pada dukun yang disebut-sebut penasehat spritualnya, orang yang dianggap mempunyai daya magis, kekuatan tak seperti manusia normal lainnya hingga menjadikannya semakin percaya dan terus menggantungkan harapannya di luar nalar tak logis.


Tak heran, politik yang mengandung serba ketidakpastian dan susah diprediksi arahnya menjadi sesuatu yang dianggap sah-sah saja untuk melakukan segala cara semata hanya demi kepentingan politik. 


Artinya, sah-sah saja untuk dilakukan setiap aktor politik meskipun apa yang dilakukan melawan akal sehat, jadi bukan lagi suatu hal yang aneh jika banyak aktor politik yang ajaran agama kemudian diabaikan. 


Kejamnya politik, sekalipun menjadi penyembah setan atau bahkan menjadi iblis bukanlah sebuah masalah  apa tak lagi untuk meraih kekuasaan.


Penulis : Muthmainnah Azis 

(Mahasiswa Ilmu Politik UIN Alauddin Makassar)


Tulisan Tanggung Jawab Penuh Penulis

0 Komentar