Budaya Mengaji Pasca Adzan Magrib di Madura


OPINI, Sulselpos.id - Budaya Mengaji Pasca Adzan di Madura merupakan salah satu  tradisi yang dilakukan secara turun-temurun, sebagai potret spritualitas orang Madura yang dikenal religius. Ketika hari sudah petang para orang tua akan menyuruh anak-anaknya untuk segera mandi dan bersiap-siap  pergi mengaji di langgar atau musholla terdekat. 

Langgar adalah ruangan, tempat atau rumah kecil menyerupai masjid yang digunakan sebagai tempat shalat dan mengaji bagi umat Islam. Mushalla juga sering disebut dengan surau atau langgar di beberapa daerah. Langgar juga salah satu lembaga pendidikan Islam tradisional. Dalam masa yang panjang, lembaga ini telah mengambil peran tidak kecil dalam pewarisan nilai-nilai Islam antar generasi, utamanya untuk tingkat pemula. 

Langgar yang dipilih untuk menjadi tempat belajar si anak, merupakan tempat orang tuanya belajar mengaji juga pada jaman dulu. Hal ini dianggap sebagai bentuk pengabdian kepada guru tulang (Guru yang mengajari ngaji alif), konon ini merupakan salah satu cara untuk mendapatkan barokah dari sang guru ngaji tersebut. Kebiasaan ini terus terjadi secara turun temurun.

Budaya Mengaji pasca adzan magrib ini menjadi salah satu upaya para orang tua untuk mengajarkan kepada anak agar bisa mengaji yang baik dan benar. Mulai dari panjang pendek dan pelafalan huruf Hijaiyah sesuai dengan kaidah tajwid. Selain itu, anak-anak disana akan bertemu dengan ustad dan ustadzah yang mengajarkan mereka mengaji. Di sana, anak-anak akan dikenalkan dengan ilmu-ilmu dasar agama seperti bagaimana tatacara sholat, bacaan-bacaan ketika sholat, sholawat-sholawat dan tak luput dari bagaimana cara bersopan santun pakaian, tingkah laku dan penggunaan bahasa halus daerah (Parpesan)  kepada kedua orang tua maupun orang lain yang lebih tua dan ketika dalam lingkungan bermasyarakat dengan tujuan perilaku ini merupakan salah satu bentuk penghormatan kepada orang  yang lebih tua dan menghargai orang yang lebih muda.

Hal ini juga bertujuan sebagai bekal si anak ketika mondok di pesantren ketika lulus Sekolah Dasar (SD). Karena di Madura apalagi masuk ke pelosok desa, saat anak bisa mengaji merupakan kebanggaan tersendiri bagi para orang tua. Bahkan, demi tercapainya harapan tersebut anak sedini mungkin mulai dari umur 3 tahun sudah dikenalkan dengan huruf-huruf Hijaiyah, dari At-tanzil jilid 1-6 sehingga ketika duduk di bangku SD si anak sudah bisa membaca Al-Qur'an. 
Budaya Mengaji Pasca Adzan Magrib ini juga bisa dikatakan sebagai salah satu cara  orang tua agar anak belajar tekun, rajin dan tentunya akan berdampak baik pada  perkembangan anak. Mengenalkan nilai religius agar anak tidak hanya bermalas-malasan di rumah, hanya dengan menonton televisi, memainkan Gadget yang sekiranya kurang bermanfaat untuk pertumbuhan si anak. Dengan begitu, waktu bermain dan belajar si anak sudah bisa termanajemen dengan baik. 

Setelah sampai di tempat Mengaji, ketika adzan magrib sudah dikumandangkan anak-anak dengan sendirinya sudah meluruskan shaf untuk sholat berjamaah Maghrib, kemudian lantunan zikir pujian untuk tuhan, setelah itu membaca surat Yasin bersama, dilanjut dengan tadarus Al-Qur'an sampai waktu sholat isya' datang.

Biodata Penulis :
Nama : Nurul Lutfiatul Hasanah
Tetala : Pamekasan 26 Desember 2001
Alamat : Dusun Rojing Laok Desa Blaban kecamatan Batumarmar
Hobbi : Membaca dan menulis
Cita² : Dosen
Motto : Mari bermain namun tidak untuk main-main
Status : Mahasiswi di Universitas Madura

0 Komentar