Kebijakan Reformasi Perpajakan Digital di Era Pandemi


OPINI, Sulselpos.id - Beberapa tahun belakangan ini beberapa Negara di dunia sedang dilanda pandemi. Dimana pandemi covid-19 memberikan banyak perubahan dan dampak negatif di berbagai sektor termasuk perpajakan dan ekonomi di Indonesia. 

Karena hasil dari pajak memberikan kontribusi yang sangat besar bagi APBN dan untuk menghindari hal tersebut terus menerus perlu dilakukan beberapa kebijakan atau perubahan dalam perpajakan.

Salah satu cara yang dapat dilakukan pemerintah untuk mengembalikan APBN ke keadaan awal yaitu reformasi perpajakan digital. 

Selama pandemi, instrumen fiskal ini bekerja terus menerus melakukan counter cyclical di tengah penurunan penerimaan pajak dan peningkatan belanja pemerintah untuk menangani kesehatan dan memulihkan perekonomian.

Dengan kebijakan counter cyclical tersebut digunakan untuk penanganan dampak pandemi baik untuk bidang kesehatan, membantu masyarakat yang paling rentan, membantu usaha kecil menengah, membantu dunia usaha dan tetap menjaga kegiatan ekonomi, (Kemenkeu RI 2021).

Apalagi di era pandemi ini semua kegiatan yang dilakukan serba online atau digital. Jadi perlu adanya reformasi perpajakan untuk menghadapi transformasi digital. 

Sisi positif dengan adanya teknologi digital yaitu banyak kegiatan masyarakat dan ekonomi yang memanfaatkan dan beralih dari manual ke digital. Sehingga transaksi atau hubungan apapun baik dalam perekonomian maupun sektor lainnya.

Karena penggunaan digital ini juga menyebabkan ekonomi digital di Indonesia mengalami pertumbuhan yang pesat karena semua masyarakat menggunakan teknologi dalam menjalankan aktivitasnya.

Reformasi perpajakan digital ini diharapkan pemerintah dapat mengubah beberapa hal fundamentalis yang sudah terjadi selama ini seperti masyarakat yang memiliki kesadaran untuk mematuhi bayar pajak. 

Karena daridulu hal ini selalu menjadi masalah bagi pemerintah karena kurangnya kesadaran dari masyarakat untuk mematuhi aturan tersebut. Sehingga otoritas pajak perlu melakukan kebijakan untuk mengamankan penerimaan dan pendapatan negara.

Salah satu bentuk reformasi dari perpajakan digital yaitu pajak PMSE. Pajak PMSE merupakan pajak pertambahan nilai yang dikenakan kepada penyelenggara perdagangan melalui sistem elektronik. 

Pajak PMSE atau perdagangan melalui sistem elektronik disusun dalam Peraturan Pengganti Perundang-Undangan No.1 Tahun 2020 yang mulai aktif pada 1 Juli 2020. 

Pajak ini merupakan salah satu bentuk dari reformasi perpajakan digital yang dilakukan untuk menjaga tingkat keberlangsungan penerimaan pajak di 
era pandemi karena sempat terjadi penurunan penerimaan pajak sebesar 23,56% akibat adanya insentif pajak dan pendapatan negara turun 21,15% serta peningkatan belanja 2,89%. 

Makanya bentuk ini diharapkan dapat menjadi alat untuk menstimulasi penerimaan pajak di era pandemi karena penggunaan teknologi digital berbasis internet mengalami peningkatan.

Seiring perkembangan teknologi dalam reformasi perpajakan digital ini tentunya akan mempersingkat proses administrasi perpajakan dan melewati tahapan-tahapan yang tidak perlu. 

Selain proses yang lebih singkat, pihak wajib pajak juga memberikan pengalaman yang berbeda dalam pelayanannya sehingga diharapkan masyarakat dapat sadar akan kewajibannya membayar pajak.

Akan tetapi, baik era perpajakan sebelum pandemi ataupun sesudah pandemi tetap saja ada tantangan yang harus dihadapi pihak wajib pajak dalam mengamankan penerimaan dan ekonomi dalam APBN. 

Beberapa diantaranya yaitu, banyak masyarakat yang sangat berkecukupan dalam hal finansial tapi tidak mampu atau tidak pernah untuk membayar pajak. 

Padahal dalam data Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan, 1% orang kaya mempunyai aset nasional sebanyak 50%. Karena memajaki orang-orang kaya ini bukanlah hal yang mudah dilakukan. 

Mereka selalu punya cara untuk menghindari pajak. Makanya untuk meningkatkan pajak dari perusahaan-perusahaan orang kaya tersebut, (Yustinus 2021). 

Tantangan berikutnya yang perlu dihadapi yaitu dari teknologinya sendiri. Bagaimana setiap masyarakat memanfaatkan teknologi sepertinya hanya sebagian yang mampu. Selain itu akses teknologi juga belum merata ke setiap daerah bahkan pelosok kecil di Indonesia. 

Sampai saat ini juga masih banyak hal yang perlu dibenahi oleh pemerintah mengenai keamanan data sistem perpajakan karena sampai sekarang 
masih ada saja oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab melakukan praktek kecurangan dan kebocoran pajak.

Jadi sampai saat ini perkembangan perpajakan di Indonesia belum sesuai dengan apa yang diinginkan pemerintah. 

Dimana apa yang diinginkan oleh pemerintah yaitu agar setiap masyarakat terutama yang memiliki banyak aset nasional agar mau mematuhi kebijakan tersebut karena akan memberikan dampak peningkatan yang besar bagi perekonomian dan APBN dan hal tersebut masih menjadi sebuah tantangan yang berat bagi pemerintah negara.

Penulis : Alfika Fahrani
(Mahasiswi Institut Agama Islam Muhammadiyah Sinjai)

Tulisan tanggung jawab penuh penulis

0 Komentar