Kenapa Masa Depan Anak Harus Dirusak?


OPINI, Sulselpos.id - Tindakan pencabulan oleh seorang ayah kandung terhadap anaknya merupakan bentuk pengkhianatan yang sangat mendalam terhadap peran dan tanggung jawab serta kepercayaan anak kepada ayahnya yang harusnya dipertahankan. 

Perbuatan kejahatan ini tidak hanya melanggar hukum, namun juga menghancurkan jiwa serta potensi masa depan sang anak yang menjadi korban. Peristiwa tragis ini menggambarkan kegagalan yang ada di dalam lingkungan keluarga dan juga masyarakat.

Secara psikologis, trauma yang dihadapi oleh anak yang dicabuli oleh ayah kandungnya yang seharusnya menjadi pelindungnya adalah sangat mendalam. Anak tersebut tidak hanya kehilangan rasa aman, tetapi juga mengalami kesulitan dalam membentuk hubungan sosial dan emosional yang sehat untuk masa depannya. 

Kerusakan kepercayaan terhadap orang yang seharusnya paling dekat dengannya membuat anak tersebut melihat dunia sebagai tempat yang menakutkan dan tidak aman.

Dari sudut pandang sosial, kasus seperti ini seringkali dianggap sebagai aib oleh masyarakat, yang justru menambah beban penderitaan korban. Banyak dari masyarakat yang kurang empati lebih memilih untuk menyalahkan atau bahkan menstigmatisasi korban, daripada memberikan dukungan yang sangat dibutuhkan. 

Hal ini menunjukkan pentingnya edukasi dan peningkatan kesadaran sosial mengenai perlindungan anak dan penghapusan segala bentuk kekerasan seksual. Pada masyarakat yang biasanya tinggal di desa seringkali mereka memilih untuk berdiam diri tidak melaporkannya ke pihak berwajib, karena mereka beranggapan bahwa kejadian tersebut adalah tabu.

Dalam ranah hukum, pemerintah harus berperan aktif memastikan perlindungan terhadap anak dan mengimplementasikan hukuman yang keras bagi pelaku kejahatan seksual anak, sesuai dengan ketentuan yang terdapat dalam Pasal 82 jo Pasal 76 E Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2016 tentang Perlindungan Anak serta Pasal 46 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004, Pasal 6 huruf a dan b Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang tindak pidana kekerasan. 

Upaya ini harus mencakup peningkatan dalam kualitas layanan hukum, perlindungan bagi korban, serta penyediaan rehabilitasi yang efektif untuk membantu korban mengatasi trauma yang telah mereka alami.

Bagi para pelaku seharusnya diberikan hukuman yang sesuai dengan pasal yang berlaku yaitu : Pasal 81A Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Indonesia :

(1) Setiap orang yang melakukan persetubuhan atau perbuatan cabul lainnya dengan anak di bawah umur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76D ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun.

(2) Setiap orang yang melakukan persetubuhan atau perbuatan cabul lainnya dengan anak di bawah umur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76D ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun.

(3) Ancaman pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) ditingkatkan sepertiga apabila perbuatan itu dilakukan oleh:

a. orang tua kandung atau angkat, wali, tutor, atau pemelihara anak;
b. guru, pengasuh, atau tenaga pendidik;
c. anggota profesi medis, paramedis, atau tenaga kesehatan lainnya;
d. anggota kepolisian atau aparat penegak hukum lainnya; atau
e. pegawai negeri atau pegawai swasta yang dalam melaksanakan tugasnya mempunyai kewenangan atau kewajiban untuk mengurus, mengasuh, mendidik, atau memberikan pelayanan kepada anak.

Selanjutnya, sangat penting bagi kita semua sebagai anggota masyarakat untuk secara aktif mendukung penuh upaya pencegahan dan edukasi untuk menghindari terulangnya kasus serupa di masa depan. 

Hal ini melibatkan pendidikan mengenai hak-hak anak dan cara-cara melindungi diri, serta pemahaman yang lebih mendalam tentang dampak psikologis dari kekerasan seksual khususnya pada anak di bawah umur yang dilakukan oleh ayah kandung mereka sendiri.

Siapa yang harus dipercaya oleh seorang anak jika peran seorang ayah sudah tidak bisa dipercaya dan tidak bisa untuk menjadi pelindung dirinya melainkan malah merusak masa depan anak kandungnya sendiri.

Menghentikan kejahatan pencabulan, khususnya yang dilakukan oleh ayah kandung memerlukan kesadaran bersama dan tindakan nyata dari seluruh elemen masyarakat. 

Perubahan ini harus diawali dari dalam rumah tangga, diperluas ke lingkungan sekitar, dan didukung oleh kebijakan pemerintah yang efektif. Anak-anak merupakan masa depan negara, dan menjaga mereka dari segala jenis kekerasan adalah kewajiban kita bersama.

Jika dilihat dari sanksi yang diatur dalam pasal yang telah disebutkan, menurut saya hukuman tersebut tidak sebanding dengan penderitaan yang dialami oleh korban karena korban akan mengalami trauma yang berkepanjangan, sehingga saya berpendapat bahwa pelaku kekerasan seksual, terutama terhadap anak-anak, harus dikenai hukuman yang lebih berat. 

Bahkan, saya rasa perlunya pemberian hukuman kebiri untuk mencegah terulangnya kejahatan tersebut, mengingat pelaku telah merampas masa depan korban.

Penulis : Dwi Bali S.
(Mahasiswa Magister Ilmu Hukum UTA’45 Jakarta)

Tulisan Tanggung Jawab Penuh Penulis

0 Komentar