Ayam Geprek: Makanan Favorit Khas Mahasiswa

sumber : pinterest

GOWA, Sulselpos.id - Apakah kamu adalah salah satu penggemar makanan pedas? Atau kamu adalah salah satu penggemar makanan olahan ayam? Sudah pernah kah kamu mencoba gabungan kedua olahan tersebut? Orang-orang menyebutnya Ayam Geprek. Ayam yang diolah dengan tepung dan ditaburi sambal bawang pedas diatasnya. 

Ayam geprek adalah salah satu kuliner Indonesia yang populer dikalangan mahasiswa. Hidangan yang berasal dari Yogyakarta ini terdiri dari ayam goreng yang digeprek dengan sambal bawang pedas. Ayam geprek biasanya disajikan dengan nasi putih, lalapan dan kerupuk. 

Makanan ini memiliki cita rasa yang lezat dan pedas, serta harganya yang terjangkau. Ayam geprek juga mudah ditemukan di berbagai tempat, mulai dari warung tenda hingga restoran.

Dilansir dari Kompasiana.com, Ayam geprek adalah salah satu makanan khas Indonesia yang berasal dari Yogyakarta. Makanan ini pertama kali dibuat oleh seorang penjual ayam goreng tepung di kawasan Papringan, Yogyakarta, bernama Ruminah. Pada tahun 2003, seorang mahasiswa meminta Ruminah untuk menggeprek ayam sekaligus menambahkannya dengan sambal. Awalnya ayam itu dikenal dengan ayam gejrot dan ayam ulek. Namun, Ruminah memberi nama ayam geprek.

Ayam geprek awalnya hanya dikenal sebagai makanan sederhana yang biasa dikonsumsi oleh kalangan mahasiswa dan masyarakat menengah bawah. Namun, seiring dengan perkembangan zaman dan media sosial, ayam geprek mulai menjadi populer di kalangan masyarakat luas.

Popularitas ayam geprek juga didorong oleh media sosial. Banyak orang yang mengunggah foto dan video ayam geprek di media sosial, sehingga membuat orang lain penasaran untuk mencobanya. Selain itu, beberapa artis dan selebritas juga ikut mempromosikan ayam geprek, sehingga semakin menambah popularitasnya.

Pada saat ini, ayam geprek telah menjadi salah satu makanan favorit di Indonesia. Ayam geprek dapat ditemukan di berbagai tempat, mulai dari warung makan kecil hingga restoran besar. Ayam geprek juga dapat dipesan melalui aplikasi ojek online.

Pengembangan ayam geprek juga terus dilakukan. Selain ayam geprek original, kini juga terdapat berbagai varian ayam geprek, seperti ayam geprek keju, ayam geprek telur asin, ayam geprek sambal matah, dan lain-lain. Variasi-variasi tersebut semakin menambah daya tarik ayam geprek.

Dengan perkembangannya yang pesat, ayam geprek telah menjadi ikon kuliner Indonesia. Ayam geprek telah menembus pasar internasional dan menjadi salah satu makanan Indonesia yang populer di mancanegara.

Salwa, salah seorang pemilik warung ayam geprek sekitar Kampus II UIN Alauddin Makassar yang berusia 19 tahun menjelaskan awal mula berdirinya warung ayam geprek ini dari nabung sendiri dan mendapat banyak pengalaman dari membuka warung.

“Awal mulanya dari nabung sendiri dan pada tanggal 15 Bulan 05 Tahun 2016 berfikir buat warung sendiri dan lama kelamaan alhamdulillah udah banyak pengalaman saya dapat dari membuka warung,” jelasnya.

Ia juga memberikan harga untuk mahasiswa dengan harga Rp. 10.000 include dengan es teh, hal itulah yang membuat mahasiswa tertarik dengan warung ayam geprek ini.

“Kami memberikan penawaran khusus untuk mahasiswa yaitu sebesar Rp. 10.000 termasuk Ayam Geprek, Nasi, juga Es teh,” paparnya.
Salwa juga menjelaskan bahwa popularitas ayam geprek di kalangan mahasiswa terjadi karena beberapa hal, salah satunya itu karena ayam geprek memiliki cita rasa yang khas dan lezat. 

“Ayam goreng tepung yang digeprek dengan sambal bawang memberikan rasa yang gurih, pedas, dan segar. Terlebih lagi itu kalau orang sudah dengar kata ‘ayam geprek’ pasti yang pertama kali mereka fikirkan itu ‘pedis’ nya,” jelasnya. 

Lebih lanjut, ia juga mengatakan bahwa ayam geprek juga bisa populer di kalangan mahasiswa karena harganya yang relatif murah sehingga cocok bagi kantong mahasiswa. 

“Ayam geprek itu biasa dijual dengan harga yang relatif murah, kalau punya ku sendiri harganya Rp. 10.000 ji, jadi terjangkau ji oleh berbagai kalangan, khususnya mahasiswa,” tambahnya. 
Ia juga menambahkan alasan lain yang membuat popularitas ayam geprek meningkat adalah karena banyaknya varian ayam geprek itu sendiri. 

“Sekarang itu ayam geprek banyak mi variannya, ada ayam geprek mozarella, ayam geprek telur mata sapi, ayam geprek sambal matah dan lain-lain, jadi kaya tertarik ki memang orang untuk cobai,” tambahnya. 


Nur Maghfirah Idris, Mahasiswa Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Angkatan 2021 UIN Alauddin Makassar mengatakan bahwa ia menyukai ayam geprek karena Satiety Index nya tinggi sehingga mengenyangkan dalam waktu lama, selain itu cabe yang enak sesuai dengan seleranya juga yang menyebabkan ayam geprek sebagai favorit nya

“Karena cabainya enak dan sesuai selera saya, gratis esteh juga meskipun di bungkus. Dari segi cabai sangat berbeda dengan yang lain, memang tidak include dengan sayur tapi harganya sesuai dengan kantong anak kos yang kurang memiliki waktu memasak sendiri,” ujarnya.

Dela Abidin, Mahasiswa Jurnalistik Fakultas Dakwah dan Komunikasi Angkatan 2021 UIN Alauddin Makassar mengatakan ia menyukai ayam geprek karena mengenyangkan namun murah sesuai dengan kantong mahasiswa.

“Saya menyukai ayam geprek karena salah satu makanan yang mengenyangkan dan dengan harga yang cukup untuk mahasiswa. Ayam geprek menjadi favorit saya karna ayam yang di geprek di campur dengan sambel yang pedas dimakan dengan nasi hangat sangat lezat dan mengenyangkan,” katanya.

Irma Ramadhani, Mahasiswa Jurnalistik Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Alauddin Makassar mengatakan bahwa keunikan ayam geprek terletak pada sambal nya yang memiliki tingkat kepedasan.

“Keunikan dari olahan ayam ini pun terletak pada sambalnya. Umumnya, sambal pada ayam geprek ini tingkat kepedasaannya bisa disesuaikan lidah, mulai dari level 1, 2, 3, 4, 5, dan seterusnya,” jelasnya.

Bagi mahasiswa, ayam geprek memiliki filosofi tersendiri bagi mereka, Nur Maghfirah Idris contohnya, menurutnya, ayam geprek adalah simbol kesederhanaan, karena bahan-bahan yang digunakan mudah didapat dan relatif murah.

“Ayam geprek itu makanan sederhana, bahan-bahannya gampang didapat, mencerminkan mahasiswa banget yang kadang kita itu punya anggaran yang terbatas,” ujarnya. 

Filosofi ayam geprek bagi Irma Ramadhani adalah kebersamaan, karena sering menjadi pilihan saat makan bersama-sama. 

“Ayam geprek itu apa di’? Bagi ku kaya simbol kebersamaan, karena sering sekali jadi pilihan kalau lagi makan bareng ki,” paparnya. 

Dela Abidin juga turut memberikan filosofi tersendirinya terhadap ayam geprek, menurutnya, ayam geprek itu adalah simbol kreativitas, karena ayam geprek ini bermula dari ide mahasiswa. 

“Ayam geprek itu kaya simbol kreativitas nya mahasiswa, menurutku, karena dari yang kubaca itu ide ayam geprek ini muncul dari sebuah permintaannya mahasiswa yang mau ayam gorengnya diulek sama sambal, jadi kaya kreatif dan inovatif ki kurasa,” jelasnya. 

Ayam geprek adalah makanan yang memiliki filosofi yang mendalam bagi mahasiswa. Makanan ini tidak hanya sekadar makanan, tetapi juga menjadi simbol dari berbagai hal yang berkaitan dengan kehidupan mahasiswa.

Berdasarkan survey yang dilakukan oleh penulis, makanan favorit mahasiswa UIN Alauddin Makassar adalah ayam geprek dengan persentase sebesar 33,3%, bakso sebesar 20%, pangsit sebesar 20%, coto sebesar 13,3%, dan masak sendiri sebesar 13,3%.

Selain ayam geprek, mahasiswa juga menyukai makanan lain, seperti coto, bakso, pangsit dan ada juga yang memilih untuk masak sendiri.
Nabila, Mahasiswa Pendidikan Matematika Fakultas Tarbiyah dan Keguruan Angkatan 2021 UIN Alauddin Makassar, Pecinta Pangsit.

“Saya menyukai pangsit karena perpaduan rempah dalam kuahnya yang gurih, rasanya yang tdk bisa dijelaskn, enak bgt masuk dimuluut,” 

Hilda Amalia, Mahasiswa Jurnalistik Fakultas Dakwah dan Komunikasi Angkatan 2021 UIN Alauddin Makassar, Pecinta Bakso

“saya menyukai bakso karena bakso itu merupakan makanan yang sangat enak dengan tekstur yang kenyal apalagi jika sudah di tambah kuah dan pelengkap lainnya. Bakso juga merupakan makanan yang ada disemua tempat membuat saya lebih mudah mencari makan jika bepergian. Selain itu bakso juga memiliki ciri khas rasa yang berbeda setiap tempat, itu yang membuat saya sangat penasaran terhadap rasa bakso setiap daerah,” jelasnya.

Alam Karpiadi, Mahasiswa Jurnalistik Fakultas Dakwah dan Komunikasi Angkatan 2018 UIN Alauddin Makassar, memilih masak sendiri

“Saya memilih memasak sendiri ketimbang membeli makanan cepat saji karena saya senang dalam meracik makanan, menambahkan setiap bumbu yang ada pada masakan saya, apalagi saya memiliki cukup waktu luang, jadi saya gunakan itu untuk memasak sendiri. Kalo dipikir-pikir juga, memasak sendiri itu membuat kita lebih berhemat, kita cenderung boros jika membeli masakan cepat saji. Kehigenisan makanan pun terjaga, karena bahan-bahan yang dibutuhkan kita sendiri yang membeli, memilah yang mana segar, baik dan halal,” tuturnya.

Nur Zatil Hidayah

0 Komentar