Kemerdekaan Kita


OPINI, Sulselpos.id - Sejak Indonesia Merdeka pada tanggal 17 Agustus 1945, sejak itu pula kita lepas dari penjajahan Belanda, pengakuan kemerdekaan kita baru diakui seutuhnya pada tanggal 27 Desember tahun 1949 oleh Belanda. 

Tokoh bangsa kita yang memperjuangkan kemerdekaan seperti Sukarno-Hatta menjadi simbol kemerdekaan Bangsa ini. Tepat pada tanggal 17 Agustus 2022, kita merayakan hari kemerdekaan dan menjadi peringatan Nasional yang dilaksanakan setiap tahunnya melalui upacara bendera. 

Hal tersebut menjadi agenda penting sebagai catatan sekaligus mengingat jasa pahlawan kemerdekaan. Sehingga, kita mampu mempertahankan minimal melanjutkan perjuangan para tokoh bangsa dan segenap pejuang kemerdekaan masa lalu. 

Namun, berbicara mengenai kemerdekaan, timbul sebuah pertanyaan, kemerdekaan seperti apa yang kita maksud dan konteks kemerdekaan di Indonesia hari ini seperti apa? 

Terjadinya kemiskinan, kurangnya keadilan, pelanggaran HAM, kebebasan Pers bahkan demokrasi. Dalam pelaksanaanya yang menimbulkan ketimpangan, belum lagi kurangnya kesadaran dan independensi para pemimpin bangsa, hingga akhirnya tidak memberikan kemakmuran pada rakyat. 

Ada benarnya juga kata Bung Karno di sebutkan bahwa "Perjuanganku begitu mudah karena mengusir penjajah, perjuangan kalian sungguh sulit karena melawan bangsa sendiri".

Konteks Indonesia hari ini yang menggunakan sistem demokrasi konstitusional sudah sangat kebablasan, kekuasaan di dominasi oleh para elite yang mengatur Negara ini dan fatalnya hanya mementingkan kelompok, menambah kekayaan dan mempertahankan kekuasaannya.

Hal itu sangat nampak dari beberapa peristiwa seperti pengesahan beberapa rancangan UU seperti Omnibuslaw, pengusulan RKUHP dimana isinya hanya mendahulukan para elite yang memiliki kepentingan. 

Demokrasi terbuka ini nampaknya jadi pertarungan Elite dan Elite lainnya, sehingga korbannya masyarakat yang tidak memiliki daya finansial, daya pikiran bahkan aksesnya sangat terbatas. Belum lagi spirit Independensi bagi setiap pembagian kekuasaan seperti Legislatif, Eksekutif, bahkan Yudikatif belum berjalan seutuhnya. 

Semuanya seakan berjuang atas nama kepentingan dan para Elite di belakangnya padahal sebenarnya, pembagian kekuasaan ini memfungsikan dirinya untuk kemakmuran rakyat. 

Kebebasan Pers di bungkam dengan adanya aturan hukum UU ITE sebenarnya hanya bungkusan pengrusakan nama baik, tetapi lebih daripada itu, kita di batasi menyuarakan pendapat, apalagi kontennya mengenai kekuasaan politik. 

Kemiskinan yang belum pernah terselesaikan seakan menjadi pekerjaan yang tak pernah usai, selama para elite hanya berpikir kemakmuran kelompoknya dan pelanggengan kekuasaannya. 

Dengan berbagai polemik yang terjadi di negara ini, nampaknya peringatan 17 Agustus selalu saja menjadi agenda penting setiap tahunnya, namun lebih daripada itu belum sepenuhnya mengubah keadaan Negara ini yang begitu sangat Kompleks. 

Penulis : A.Yahyatullah
(Mahasiswa Ekonomi Unismuh Makassar)

Tulisan Tanggung Jawab Penuh Penulis

0 Komentar