Kebijakan Counter Cyclical, Efektifkah ?


OPINI, Sulselpos.id - Untuk mendorong pemulihan ekonomi di pandemi ini, pemerintah akan mengoptimalkan pemanfaatan APBN dan menjadikan kebijakan fiskal sebagai kunci untuk mendorong momentum tersebut. 

Program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) dalam APBN sebagai survival and recovery kit untuk memastikan penanganan pandemi lebih efektif. 

Kebijakan fiskal tahun 2021 akan diarahkan untuk melanjutkan program penanganan kesehatan, perlindungan sosial dan program lain untuk mendukung percepatan pemulihan ekonomi. 

Pemerintah telah menyusun framework kebijakan pemulihan yang secara garis besar berfokus pada tiga hal. Salah satunya yaitu kebijakan counter cyclical (Kemenkeu,2021).

Dimana Counter cyclical ini merupakan pendekatan sebaliknya. Maksudnya pengurangan pengeluaran dan menaikkan pajak selama ekonomi sedang booming, serta meningkatkan pengeluaran yang  bertujuan menstabilkan ekonomi dengan mengurangi dampak fluktuasi dalam perekonomian. 

Ekonomi Negara cenderung mengikuti pola ekspansi ekonomi global, atau “booming,” diikuti oleh perlambatan ekonomi atau “busts" dan memangkas pemungutan pajak ketika sedang dalam masa resesi, ini merupakan salah satu cara pemerintah dapat mendorong pertumbuhan ekonomi melalui kebijakan fiskal. 

Ketika pajak lebih rendah, konsumen memiliki lebih banyak uang untuk dibelanjakan yang cenderung meningkatkan investasi dan pendapatan bisnis yang mengarah ke pertumbuhan ekonomi. 

Pengeluaran pemerintah yang lebih tinggi juga dapat memacu pertumbuhan ekonomi. Untuk menjaga kestabilan ekonomi, kementerian keuangan akan melakukan sejumlah kebijakan dari Berbagai sisi. 

Misalnya dari penerimaan, pemerintah akan mendukung kegiatan usaha melalui fasilitas fiskal atau pajak. Di masa pandemi ini, hal tersebut sangat berpengaruh pada kegiatan usaha masyarakat, hingga berdampak pada keadaan stabilitas perekonomian Negara. 

Kemudian Kebijakan terkait ekonomi rumah tangga khususnya pada golongan menengah ke bawah, dengan adanya stimulus fiscal tersebut diharapkan dapat membantu pemerintah mempertahankan pertumbuhan ekonomi agar tidak jatuh kepada tingkat yang lebih rendah. 

Keadaan yang terjadi saat ini dalam masyarakat ialah penurun tingkat konsumsi yang drastis sebagai bentuk kewaspadaan masyarakat. Hal tersebut mengakibatkan perekonomian perlu penopang dari pemerintah. 

Tanpa terjadinya peningkatan konsumsi, maka penerapan instrument kebijakan pada sektor fiskal, penurunan suku bunga kredit maupun insentif pajak dapat membantu dan mensejahterahkan masyarakat, meskipun tidak begitu berdampak pada keadaan pertumbuhan perekonomian Negara. 

Menurut saya kebijakan ini kurang efektif.
Lalu, mengapa dikatakan bahwa hal tersebut tidak efektif ?

Pertama, Kebijakan fiskal ini kurang efektif karena yang mestinya bersifat counter-cyclical ini atau dengan kata lain jika siklus ekonomi sedang buruk pemerintah tidak perlu ragu mengeluarkan uang, sementara jika ekomoni naik dan cenderung mengalami inflasi, semestinya pemerintah dapat menahan pengeluaran atau dengan kat alain ketika masyarakat itu ekonomi memurun, pemerintah tidak memperbaikinya dengan lebih baik, malah ketika ekonomi sudah tidak terkendali, ternyata direm lagi oleh pemerintah (wahyudi, 2021).

Kedua, Seperti yang kita ketahui bahwa setiap kebijakan yang ada akan ada resiko, baik itu dalam jangka pendek, panjang dan menengah. 

Dimana pemabahasan sebelumnya bahwa kebijakan ini dilakukan agar pembelanjaan negara tidak melebar, namun faktnya Kebijakan countercyclical dalam APBN dilakukan melalui penyesuaian belanja yang belum mendesak. 

Dengan kebijakan tersebut, defisit anggaran pun melebar hingga 6,09% dari produk domestik bruto (PDB), dimana pada umunya defisit anggaran ahnya berkisar 3%.

Kemudian, ada beberapa resiko lain lagi sehingga hal ini dikatan kurang efektif, yakni : 

Pertama, Adanya penggelembungan aset atau asset bubble, seperti halnya gelembung, nilai suatu objek yang tinggi nanrinya akan pecah juga. Sama halnya dengan harga yang tadinya ringgi kemudian terjun bebas menjadi rendah Yang menyebabkan masalah. 

Contohnya itu Membeli aset yang lebih mengejar harga aset daripada berdasarkan nilai instrinsiknya, hal ini merupakan ketidakseimbangan melihat kesempatan.

Kedua, Terjadinya ketidakstabilan harga. Ini dipengaruhi oleh permintaan dan penawaran barang pertanian yang sifatnya tidak elastis sehingga menimbulkan perubahan yang sangat besar atas tingkat harga.
 
Ketiga, Timbulnya gejolak komoditas alias commodity shock. Contohnya peningkatan permintaan bahan baku industri. Kondisi ini menyebabkan kelonjakan harga komoditas global, seperti minyak sawit. 

Di satu sisi indonesia Mendapat berkah karena merupakan eksportir minyak sawit. Namun disisi lain mengakibatkan naiknya biaya input bagi industri dan sulitnya mendapatkan pasokan komoditas yang dibutuhkan mengingat produsen komoditas domestik lebih memilih untuk menjualnya ke pasar internasional ketika harga sedang tinggi.

Seharunya pemerintah melakukan berbagi strategi untuk menanggulangi hal tersebut, menurut saya salah satunya yaitu memperbaiki kebijakan fiskal khususnya ekpor dan impor menuju yang lebih baik lagi. 

Misalnya ketika ingin mengekpor pangan, pemerintah terlebih dahulu harus memastikan bahwa pasokan pangan di dalam negeri kuat bukan hanya cukup, karena stok yang kuat itu bisa membuat spekulasi bisa di cegah serta memastikan pasokan pangan mampu memenuhi permintaan nasional sebelum permintaan internasional. 

Kemudian terkait impor. Ketika ingin menurunkan impor, hal ini tidak dapat dilakukan hanya dengan kata-kata, tapi harus diiringi melalui peningkatan  produksi di dalam negeri. 

Nah kita sebagai masyarakat bisa ikut andil dalam hal ini, misalnya terkait indonesia sebagai pengimpor gandum, dimana gandum merupakan bahan baku utama pembuatan roti dan mie yang sering sekali di komsumsi di Indonesia.

Nah dari sini pemerintah seharusnya melakukan perbaikan di sektor pertanian dengan penanaman gandum di negara sendiri agar dalam pemenuhan komsumsi masyarakat kita tidak tergantung terhadap negara lain lagi atau kita sebagai masyarakat dapat mengganti pola konsumsi kita ke produk karbohidrat lain dari dalam negeri. 

Namun jika ternyata produk impor ini menjadi sebuah keniscayaan Atau produksi dalam negeri belum efesien untuk hal tersebut maka impor dilakukan dengan jangka pendek untuk terhindar dari inflasi yang tidak terkendali sambil menunggu strategi baru pemerintah untuk mengatasi masalah ini. 

Kedepanya, diharapkan akan ada perubahan dalam pengimplemetasian dari kebijakan ini yang seharusnya bisa berjalan secara seragam. Oleh karena itu pemerintah harus memerhatikan segala aspek yang ada dalam kebijakan tersebut. 

Penulis : Mardiana M
(Mahasiswi Program Studi Ekonomi Syariah IAIM Sinjai)

Tulisan Tanggung Jawab Penuh Penulis

0 Komentar