Perempuan dalam Kepemimpinan

Mifta Fauzia Zahra (Peserta Sekolah Keperempuanan HPMT UINAM)
OPINI, Sulselpos.id - Perempuan merupakan istilah untuk jenis kelamin manusia yang berbeda dengan laki-laki. Dalam bahasa sansekerta kata perempuan diambil dari kata per+empu+an. Per, memiliki arti makhluk, dan empu, yang berarti mulia, tuan, mahir.

Perempuan adalah pihak yang paling mengetahui kebutuhan, permasalahan dan solusi dari isu-isu yang dihadapi oleh kaumnya sendiri. Oleh karenanya kepemimpinan dan pelibatan-pelibatan perempuan dalam pengambilan keputusan menjadi sangat penting. 

Minimnya keterwakilan perempuan sebagai Pemimpin membuat organisasi maupun institusi kurang memiliki sudut pandang perempuan, sehingga secara tidak langsung juga berpengaruh pada penyusunan kebijakan yang berpihak pada perempuan dan berdampak pada rendahnya indeks kesetaraan gender.

Padahal, Bank Dunia pada 2012 sepakat bahwa perempuan dan laki-laki memiliki kesempatan yang sama untuk aktif secara politik dan membuat berbagai keputusan dan kebijakan-kebijakan yang lebih representative dan intuisif untuk mencapai pembangunan yang lebih baik.

Faktanya bahwa jaman sekarang marak deskriminasi tentang perempuan yang ingin maju menjadi seorang pemimpin maka masyarakat kebanyakan akan tidak setuju, sebab bagi masyarakat kebanyakan apabila perempuan memimpin maka cara memimpinnya itu cenderung menggunakan hati disbanding logika. Beberapa kalangan memandang bahwa kehadiran pemimpin wanita menjadi suatu permasalahan tersendiri.

Pada dasarnya perempuan juga memiliki hal yang sama dengan laki-laki terutama dalam menduduki kursi kepemimpinan. Namun pada praktiknya masih banyak scercotip yang beranggapan bahwa ketika wanita menjadi seorang pemimpin maka ia akan mengungguli laki-laki. 

Kasus seperti ini sempat terjasi disuatu daerah tempat saya tinggal dimana pada saat itu seorang perempuan ingin maju menjadi calon Kepala Desa, akan tetapi banyak menerima cibiran dari masyarakat yang dimana dia dianggap tidak bisa memimpin dikarenakan seorang perempuan dianggap lemah dan tidak mampu menangani beberapa permasalahan yang terjadi.

Khususnya di Jeneponto sendiri, merupakan salah satu Kabupaten yang masih melanggengkan budaya patriarki. Dimana laki-laki  yang mendominasi Kepemimpinan, jika dilihat dari sejarah kepemimpinan daerah lebih khusus Bupati Jeneponto dari tahun 1960-2022 saat ini belum ada pihak perempuan yang menduduki bagian tersebut, selain dari itu kedudukan Kepala Dinas sekarang ini hanya beberapa instansi dinas yang di pimpin oleh seorang perempuan.

Ketika kita melihat dari kepemimpinan Desa dari 41 Kepala Desa terpilih perempuan hanya ada 3 orang, dari sini kita dapat melihat bahwa perempuan memang cukup sulit untuk mendapat kepercayaan orang banyak untuk menduduki suatu jabatan kepemimpinan padalah jika kita pahami peran pemimpin perempuan di Kabupaten Jeneponto itu sendiri dibutuhkan, sebab banyak kelompok-kelompok perempuan tidak berkembang karena kurangnya perhatian pemerintah, selain itu kurangnya minat perempuan dalam ranah publik juga sangat mempengaruhi kurangnya  perempuan ikut andil dalam peran pemimpin tersebut.

Mencari solusi terhadap masalah-masalah yang membelit perempuan untuk menjadi pemimpin cukup sulit ditemukan. Namun dari masalah tersebut adapun solusi yang dapat ditawarkan dalam masalah ini diantaranya memberikan pelatihan khusus, tentunya ada kelebihan dan kekurangannya. Kelebihannya dapat membantu meningkatkan motivasi internal pada perempuan. Adapun kekurangannya yaitu hanya menyentuh individu perempuan sehingga kurang maksimal dalam ruang social kemasyarakatan. Kedua yaitu memperjuangkan perempuan secara politik, kelebihannya yaitu dalam kondisi tertentu dapat memaksa masyarakat untuk menerima aturan yang berlaku, sangat efektif karena didukung oleh struktur social yang mapan. Kekurangannya yaitu menimbulkan resistensi pada gerakan perempuan dalam social kemasyarakatan. Solusi ketiga yaitu memberi penyadaran social kultur pada perempuan dan masyarakat.

 Kekurangaannya yaitu dapat memberi penyadaran tidak hanya bagi masyarakat namun juga bagi perempuan, dapat meminimalisir resistensi karena kesadaran sudah muncul dalam masyarakat, adanya kompetisi yang fair dalam mencapai suatu karir. Adapun kkurangannya yaitu membutuhkan waktu yang relative lama karena merupakan proses social. 

Penulis : Mifta Fauzia Zahra 
Peserta Sekolah Keperempuanan HPMT UINAM

0 Komentar