Pencegahan Kekerasan Seksual

Reka Afis
(Peserta Sekolah Keperempuanan HPMT UINAM)
OPINI, Sulselpos.id - Kekerasan seksual merupakan sebuah tindakan yang di lakukan dengan tujuan untuk memperoleh tindakan seksual terhadap seseorang yang bersifat paksaan. 

Hal ini sering terjadi di kalangan mahasiswa terutama perempuan, menurut artikel dan jurnal yang telah saya baca 63% kekerasan seksual yang terjadi di lingkungan kampus tidak melaporkan kasus tersebut di pihak yang berwenang di karenakan banyaknya alasan yang harus di pertimbangkan contoh kecilnya, jika salah satu universitas menindak lanjutkan problem tersebut maka kerugiannya ada pada kampus sendiri yang pastinya nama baik kampus tersebut akan tercemar. 

Namun tidak sedikit juga korban kekerasan seksual tidak mampu atau tidak berani menceritakan kejadian kekerasan yang di alaminya apalagi berani mendatangi lembaga pelayanan untuk meminta pertolongan.

Ketidakmauan dan ketidakmampuan korban kekerasan seksual ini lebih banyak di sebabkan karena adanya stigma yang berkembang di masyarakat bahwa perempuan korban kekerasan justru di anggap sebagai pihak yang bersalah atau tidak memiliki akhlak yang baik dan menurut masyarakat karena hal itulah sudah sepantasnya perempuan tersebut mendapatkan tindakan kekerasan seperti yang di alaminya.

Kekerasan seksual sendiri banyak meliputi perlakuan yang merendahkan, menghina, bahkan sampai melecehkan. Ini juga bisa menjadi acuan bagi mahasiswa mahasiswa yang dapat berakibat penderitaan psikis atau fisik termasuk mengganggu kesehatan seseorang dan hilangnya kesempatan menyelesaikan pendidikan tinggi atau study nya dengan aman dan optimal. 

Berdasarkan pada beberapa penelitian yang menunjukan bahwa peristiwa-peristiwa kekerasan seksual dapat berdampak besar kepada resiko psikologis korban. Hasil penelitian menunjukkan bahwa paparan kekerasan seksual dikaitkan dengan berbagai hasil negatif, termasuk peningkatan penggunaan zat, gejala depresi, perilaku berisiko kesehatan, dan gejala gangguan stres yag mengarah trauma. Gejala distress korban pelecehan seksual ini pada akhirnya berdampak negatif pada kesuksesan perguruan tinggi dan pribadi korban dalam menjalani kehidupannya. 

Pencegahan dan penanganan kekerasan seksual di perguruan tinggi menjadi hal penting yang sangat dibutuhkan. Kebutuhan ini mengingat terus meningkatnya kasus kekerasan seksual, utamanya menimpa perempuan dalam hal ini lahirnya permendikbud no. 30 tahun 2021 di dukung oleh beberapa pihak.

Misalnya Komnas perempuan memberikan apresiasi atas terbitnya permendikbud tersebut, dimana melalui peraturan tersebut merupakan upaya untuk pemenuhan hak pendidikan setiap warna negara Indonesia atas pendidikan tinggi yang aman, penanggulangan kekerasan seksual dengan pendekatan institusional dan berkelanjutan serta memberikan kepastian hukum bagi pemimpin perguruan tinggi untuk mengambil langkah tegas terhadap kasus kekerasan seksual yang terjadi di lingkungan kampus. 

Dalam pasal 10 hingga 19 perguruan tinggi wajib melakukan penanganan yang meliputi pendamping berupa konseling, layanan kesehatan, bantuan hukum dan lain sebagainya, juga perlindungan berupa keberlanjutan pendidikan dan korban atau saksi bebas dari ancaman yang berkaitan dengan kesaksian yang di berikan.

Pencegahan seksual juga bisa di lakukan secara mandiri contoh yang pertama, melakukan perlindungan secara periodik sebagai bentuk pelayanan, pencegahan, dan pemberdayaan korban kekerasan. Kedua, melakukan perlindungan secara berkelanjutan sebagai bentuk pelayanan, pencegahan, dan pemberdayaan korban kekerasan seksual. Ketiga, melakukan perlindungan secara intensif, melalui bentuk pelayanan, pencegahan, dan pemberdayaan melalui beberapa program yang mendukung.

Dari materi yang telah di paparkan di atas, bisa di simpulkan bahwa sanya rumusan masalah yang penting pokok yaitu bagaimana cara atau bagaimana tindakan si korban kekerasan seksual tersebut agar bisa menyuarakan suaranya kepada pihak yang berwenang dan tidak di soroti oleh masyarakat umum. Yang dalam artian apa apa saja pencegahan yang bisa di lakukan.

 Pencegahan seksual bisa dilakukan secara mandiri contoh yang pertama, melakukan perlindungan secara periodik sebagai bentuk pelayanan, pencegahan, dan pemberdayaan korban kekerasan. Kedua, melakukan perlindungan secara secara periodic sebagai bentuk pelayanan, pencegahan, dan pemberdaya korban kekerasan. Ketiga, melakukan perllingungan secara intensif, melalui bentuk pelayanan, pencegahan, dan pemberdayaan melalui beberapa program yang mendukung. 

Penulis : Reka Afis
*Peserta Sekolah Keperempuanan HPMT (Himpunan, Pemuda dan Mahasiswa Turatea) UINAM*

0 Komentar