Membayangkan Kebengkokan Logika Aktivis Mendukung Capaian Target Vaksin


OPINI, Sulselpos.id - Saya ingin memulai tulisan ini dengan mengacu pada tahun baru dan perayaan-perayaan yang menyertainya. 

Bahwa kehangatan peluk lebih menyenangkan ketimbang hangatnya perdebatan kontroversial terkait Vaksin yang hanya menimbulkan dilema publik. 

“Menjadi muda dan tidak revolusioner adalah kontradiksi biologis” kiranya tak lagi relevan sebagaimana dikatakan salah satu tokoh perempuan yang cenderung kiri di Chili, Karol Cariola.

Akibat dari beragamnya asumsi mengenai baik-buruknya Vaksin di Indonesia. Hal itu menuai kontroversi di tingkat Pusat yang mengakar sampai ke tingkat daerah dan menuai dilema publik. 

Seperti di Kabupaten Sinjai, Sulawesi Selatan. Tak tanggung-tanggung seolah memaksakan kehendak untuk memenuhi tuntutan universal demi mencapai target 70%.

Berkaitan dengan hal tersebut, beberapa hari yang lalu tepat (30/12/21) di Kabupaten Sinjai ramai dibicarakan terkait dengan asumsi konyol yang dilontarkan oleh seorang pemuda yang mengklaim dirinya peduli dengan masyarakat dan mendukung pemerintah atas program Vaksinasi yang terkesan dipaksakan itu.

Sebagai pemuda yang juga lahir dan besar di Kabupaten Sinjai, tentu saya sangat mendukung apapun program pemerintah bila itu betul-betul membantu masyarakat dengan tidak lepas dari asas-asas transparansi demikian akuntabel serta adil secara sosial. 

Tetapi, terkait dengan Vaksin ini, beredar isu beberapa tahun silam di mana orang nomor 1 di negeri ini saja menolak divaksin duluan. 

Sebagaimana dilansir bisnis.tempo[.]co, (12/12) dengan judul: Luhut: Presiden Tak Mau Disuntik Vaksin Duluan, Ingin Ramai-ramai dengan Rakyat. Serta banyak berita lain yang serupa, menuai pro-kontra, menimbulkan kebingungan.

Selain pendapat para pejabat tinggi negara yang beragam, pun dalam kebijakan menuai banyak pertentangan. Seperti Perpres (14 Tahun 2021-red) tentang Vaksin, dengan implementasi yang demikian rumit lagi menyesakkan. 

Nampak memaksakan kehendak atas nama kesehatan nasional, sehingga para tenaga kesehatan sampai di desa-desa dengan pengawalan ketat pihak keamanan mendatangi rumah-rumah warga untuk melaksanakan Vaksinasi, menjadi penampilan yang kurang etis. 

Sebab menampilkan kegagalan pemerintah meyakinkan publik, kemudian menggunakan hegemoni ala orde baru menakut-nakuti masyarakat dengan tentara dan polisi, sebagaimana kita ketahui bersama orang-orang desa sangat takut dengan pakaian seragam pihak keamanan.

Sangat bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN-red) juga (UU No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan-red). 

Dimana masyarakat seolah dipaksa untuk pasrah menerima jarum suntik yang berisikan cairan yang masih membingungkan isi dan kandungannya, sebab tenaga kesehatan yang hadir di masyarakat tidak tahu apa-apa selain hanya merasa melaksanakan tugas dan perintah atasan.

Belum lagi di Kabupaten Sinjai, belakangan ini hangat dibahas mengenai anjuran Vaksin untuk ikut pemilihan Kepala Desa mendatang. Adalah hal yang sungguh menimbulkan kebingungan bagi masyarakat. 

Sehingga tugas pemuda apalagi mahasiswa yang jelas sebagai pengontrol pemerintahan harus tampil di barisan depan mengedukasi dan memperjelas bagaimana Vaksin ini sebenarnya.

Mengingat salah satu artikel yang ditulis oleh pemuda di Kabupaten Sinjai tanpa dasar dan alasan yang rasional menyerukan Vaksinasi bagi masyarakat, menurut saya sangat keliru. 

Sebab sejatinya pemuda adalah meluruskan yang bengkok, apalagi yang mengaku aktivis, seharusnya menjadi warning bagi pemerintah bila menerapkan program yang sulit diterima oleh masyarakat.

Kecuali ada pemuda yang tidak bisa berbuat apa-apa selain menjadi “Kacung” penguasa untuk bertahan hidup, maka wajar bila membela pemerintah tanpa dasar rasional. Walau tampak di mata publik, sebagai “Penjilat” yang haus pengakuan.

Penulis : Yusri
(Pemuda Sinjai)

Tulisan Tanggug Jawab Penuh Penulis

0 Komentar