Pancasila : Tidak Islamikah ?


OPINI, Sulselpos.id - Pancasila merupakan Ideologi negara Indonesia merupakan keputusan final yang telah melewati berbagai perdebatan pada awal-awal kemerdekaan. 

Walaupun melewati perdebatan yang cukup alot pada saat itu oleh para pendiri bangsa ini, Pancasila disahkan menjadi dasar negara Indonesia.

Bukan tidak tanpa dasar, Pancasila jikalau dielaborasi lebih mendalam dalam berbagai perspektif. 

Pancasila ini dikonstruksi menjadi sebuah Ideologi negara ditengah heterogenitas bangsa dari suku, etnis, bahasa, agama, kondisi sosial dan lain sebagainya sehingga dapat bersatupadu dalam gerak yang sama untuk mencapai tujuan yang sama (Bineka Tunggal Ika). 

Berarti, Pancasila ini merupakan Ideologi pemersatu ditengan perbedaan-perbedaan tersebut. Dari alasan itulah, Pancasila diterima menjadi sebuah asas dalam menjalankan tatanan negara Indonesia. 

Tidak hanya itu pula, Pancasila merupakan falsafah hidup bangsa Indonesia jauh sebelum Pancasila itu lahir. Seperti yang dikatakan Yudi Latif bahwa Pancasila ini merupakan prinsip direduksi dan dirumuskan berdasarkan nilai-nilai yang berasal dari bangsa Indonesia.

Atas dasar idealitas inilah penerimaan Pancasila sebagai dasar negara atau Ideologi secara umum diterima oleh masyarakat Indonesia tanpa ada pertentangan berarti walapun dalam perumusannya yang telah dijelaskan sebelumnya menuai pro dan kontra dari pendiri bangsa kita.

Dikotomi Pancasila dan Islam
Pada perjalanan bangsa ini, sekitar satu dekade belakangan banyak bermunculan kelompok atau organisasi mencoba merong-rong Pancasila sebagai dasar Negara Indonesia. 

Cara yang digunakan adalah dengan mempertentangkan Pancasila dengan Islam. Islam sebagai agama yang banyak dipeluk oleh masyarakat di Indonesia dianggap akan menjadi jalan untuk dapat merubah dasar negara Pancasila karena agama dalam hal ini Islam lebih tinggi derajatnya dibanding Pancasila yang dibuat oleh Manusia.

Alasan bahwa Pancasila hanya buatan manusia sehingga harus ditolak dan harus kembali ke Al-Qur’an dan Hadis dengan mengusung Ideologi Khilafah yang dibawah oleh Hisbut Tahrir Indonesia (HTI) yang sudah dibubarkan oleh negara. 

Masih dengan dalih bahwa carut marut ekonomi dan politik bangsa dijadikan alasan bahwa Pancasila bukanlah solusi. Jadi, perubahan sistem dimungkinkan untuk dilakukan dan konsep khilafah yang dinggap dari ajaran Islam yang absolut menjadi solusi terbaik agar dapat meyelesaikan segala permasalahan bangsa.

Anggapan Pancasila bukan ajaran Islam, ternyata berhasil memicu beberapa kalangan untuk menolak Pancasila sebagai dasar Ideologi dan memperjuangkan Khilafah. 

Jika dicermati, ternyata pemahaan tersebut tidak mutlak kebenarannya. Masih ada ketimpangan pemahaman terhadap Pancasila dan Islam dan perlu harus diluruskan pemahan yang menurut saya (penulis) gagal memahami nilai-nilai Pancasila.

Relefansi Nilai Pancasila Dalam Islam
Sebelum jauh menjelaskan bagaimana relefansi Pancasila dan Islam, coba kita kembali melihat sejarah bagaimana peran ulama dalam perumusan Pancasila, salah satunya adalah peran Pendiri Nahdlatul Ulama (NU) Hadratussyaikh KH. Hasyim Asy’ari. 

Perannya sangatlah fundamental ditengan perdebatan Pancasila apakah sudah sesuai dengan ajaran Islam.

Sebelum menerima rumusan Pancasila, KH. Hasyim Asy’ari melakukan laku spiritual atau dikenal dengan tirakat dengan memohon kepada Allah swt untuk mencapai sesuatu yang diinginkan. 

Berikut merupakan tirakat yang dikutip dari nu.or.id.

“Ketika datang Pancasila datang pada ku... Aku meminta petunjuk kepada Allah dengan puasa tiga hari, mengkhatamkan Al-Qur’an dan membaca Al Fatihah sampai pada ayat ‘Iyya kana budu waiyya kanastain’ aku baca sampai 350 kali. 

Setelah puasa tiga hari aku lanjutkan shalat istikhoroh dua rakaat, pada rakaat pertama aku baca surah At-Taubah 41 kali, rakaat kedua saurah Al-Kahfi 41 kali. 

Sebelum tidur aku membaca ayat terakhir surah Al-Kahfi 11 kali. Maka aku ridho. Pancasila sebagai dasar perekat bangsa dan menjadi ideologi Negara Indonesia”.

Lebih jauh lagi, agar kita dapat menemukan titik temu bahwa Pancasila sangat relefan dengan ajaran Islam dapat kita bedah setiap sila dalam Pancasila.

Pada sila pertama yaitu “Ketuhanan Yang Maha Esa”. Pada sila ini dapat dicermati menjelaskan tentang konsep ketauhidan dan seperti yang diketahui bahwa manusia fitrahnya memiliki potensi bertuhan dalam bentuk fikir atapun zikir. 

Dalam Islam dikenal dengan Hablum Min Allah termanifestasi dalam bentuk ibadah. Hakikat ketauhidan dalam Islam dapat dilihat di QS. Al-Ikhlas:1-4 “Katakanlah: "Dia-lah Allah, yang Maha Esa. 

Allah adalah Tuhan yang kepada-Nya segala sesuatu bergantung. Dia tiada beranak dan tidak pula diperanakkan, dan tidak ada seorangpun yang setara dengan Dia.”

Sila kedua yaitu “Kemanusiaan Yang Beradil dan Berdab”. Pada sila ini mencerminkan nilai Hablu Min An-nas atau hubungan anta manusia. 

Namun, peletakan hubungan antar manusia didasarkan pada syariah yaitu ibadah sosial dalam hal ini persoalan kemasyarakatan yang tertuang dalam QS. Al-Baqarah:117, 

“Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu suatu kebajikan, akan tetapi sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman kepada Allah, hari kemudian, malaikat-malaikat, kitab- kitab, nabi-nabi dan memberikan harta yang dicintainya  kepada  kerabatnya, anak-anak yatim, orangorang miskin, musafir (yang memerlukan pertolongan) dan orang-orang yang meminta-minta; dan (memerdekakan) hamba sahaya, mendirikan shalat, dan menunaikan zakat; dan orang-orang yang menepati janjinya apabila ia berjanji, dan orang-orang yang sabar dalam kesempitan, penderitaan dan dalam peperangan. 

Mereka itulah orang-orang yang benar (imannya); dan mereka itulah orang-orang yang bertakwa”. Pada sila ini pada prinsipnya dalam hubungan antar manusia melihan dari sisi kemanusiaan universal berdasarkan nilai berkeadilan dan berkeadaban.

Sila ketiga yaitu “Persatuan Indonesia”. pada sila ini mencerminkan Ukhuwah yaitu ukhuwah insaniah (persaudaraan sesama manusia), ukhuwah Islamiyah (persaudaraan sesama Islam), ukhuwah wathaniyah (persaudaraan sesama bangsa). 

Yang tertuang dalam QS. Al-Imran:103 dan 105 “Berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai, dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa Jahiliyah) bermusuh-musuhan, Maka Allah mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu karena nikmat Allah, orang-orang yang bersaudara; dan kamu telah berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu dari padanya. 

Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu, agar kamu mendapat petunjuk”. (QS. Al-Imran:103). “Janganlah kamu menyerupai orang-orang yang bercerai-berai dan berselisih sesudah datang keterangan yang jelas kepada mereka. 

Mereka Itulah orang-orang yang mendapat siksa yang berat”. (QS. Al-Imran:105). Dapat dilihat bahwa, perbedaan apapun dalam bangsa ini harus mendahulukan persaudaraan agar tidak mengarah pada perpecahan.

Sila keempat “Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan Perwakilan”. Sila ini sangat sejalan dengan prinsip dalam Islam yaitu Mudzakarah dan Syura. 

Konsep ketatanegaraan kita yang tertuang dalam Pancasila sangatlah mencerminkan Syura (musyawarah) yang termanifestasi dalam lembaga DPR.

Sila kelima “Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia”. Pada sila ini mencerminkan prinsip Al-‘Adalah dalam Islam. Sila kelima dalam Pancasila ini sangatlah menjunjung tinggi keadilan, semangat yang selalu digaungkan al-Quran dalam berbagai ayat-ayatnya. 

Dalam al-Quran, menjunjung tinggi keadilan merupakan bentuk amal yang dekat dengan ketakwaan. Begitupun isi yang terkandung dalam UUD 45 yang bersemangat anti-penindasan dan penjajahan. 

Dengan dasar teologis terhadap Pancasila dan UUD 45 melalui semangatnya yang sangat qur’ani.

Penjelasan setiap sila dan korelasi dengan ajaran Islam sudah mencerminkan bahwa pendiri bangsa ini sudah mempertimbangkan dengan matang setiap aspek dalam Pancasila. 

Jadi, dikotomik antara Pancasila dan Islam dalam jangkauan saya batal dari semua penjelasan di atas. Tidak ada lagi alasan penggugatan kembali Pancasila sebagai dasar negara.

Jadi, perjalanan bernegara dan berbangsa kita seharusnya mencerminkan Pancasila karena sudah selaras dengan Islam. 

Jika kemudian memunculkan pertanyaan mengapa bangsa kita belum mencapai apa yang diinginkan Pancasila berarti letak masalahnya ada pada diri kita dalam menjalankan kehidupan bernegara dan berbangsa.

Tidak memanifestasikan nilai-nalai Pancasila itu sendiri dan apa bila tindakan dan perlaku kita manifestasi dari Pancasila dalam hal bernegara dan berbangsa bukan tidak mungkin bangsa kita akan menjadi bangsa kuat, tangguh dan akan mencapai puncak peradaban.

Penulis : Jumrah
(Mahasiswa UIN Alauddin Makassar)

Tulisan Tanggung Jawab Penuh Penulis

0 Komentar