Analisis Fanatisme Generasi Z terhadap Korean Wave : Studi kasus pada Penggemar Drama Korea

 
Abstrak
 
Study ini fokuskan pada analisis pada perilaku fanatisme masyarakat generasi Z yang menjadi pecinta drama korea. Penelitian ini melibat 5 orang remaja pecinta drama korea. 

Tujuan penelitian adalah untuk menganalisa unsur penyebab fanatisme generasi Z terhadap drama korea. Desain penelitian ini menggunakan penelitian deskriptif kualitatif, dengan tehnik pengumpulan data menggunakan wawancara.  

Tehnik analisis data menggunakan pendekatan Grounded Theory  temuan pada penelitian ini adalah unsure yang menyebabkan fanatisme generasi Z pada drama korea dipengaruhi oleh unsur cerita, budaya dan sikap.

Kata kunci : Korean Wave, Fanatisme, Generasi Z

Abstract 

This study focuses on analyzing the fanatical behavior of Generation Z who are lovers of Korean dramas. This study involved 5 teenagers who love Korean dramas. The purpose of the study was to analyze the causes of Generation Z's fanaticism towards Korean dramas. 

The design of this study used descriptive qualitative research, with data collection techniques using interviews. The data analysis technique using the Grounded Theory approach, the findings in this study are the elements that cause generation Z fanaticism in Korean dramas to be influenced by elements of the story, culture and attitude.

Keyword : Korean Wave, Fanaticism, Generation Z

Latar Belakang

Fenomena Korean Wave telah merasuki sebagian besar kehidupan social masyarakat generasi Z. Di mana kecintaan terhadap budaya korea sangat mempengaruhi pola aktivitas social mereka (Rinata & Dewi, 2019). 

Hal ini dilihat dari gaya hidup mereka yang berkiblat pada gaya hidup korea selatan yang dimulai dari gaya berpakaian, selera hiburan, sampai kecintaan pada makanan khas korea. 

Tak jarang dari mereka bahkan menggunakan istilah atau bahasa korea dalam  berinteraksi. Hal ini disebabkan karena hampir sebagian besar mereka meluangkan waktu hanya untuk menikmati produk korea yang mereka akses dari media social, seperti instagram, facebook, atau telegram (Rinata & Dewi, 2019). 

Bukan hanya sekedar menghabiskan waktu, namun sudah menjadi candu bagi generasi Z untuk menikmati hiburan yang disuguhkan dari produk korea selatan.

Produk yang paling digandrungi bagi kalangan remaja yaitu K-Drama yang popular saat ini. Mereka bahkan merogok biaya untuk mendownload drakor kecintaan mereka.

Fenomena ini menimbulkan polemic dalam konsep tatanan social masyarakat, di mana ada kecenderungan mencintai budaya korea selatan dibanding budaya local (Sachari, 2007).

Selain itu, up to date terhadap perkembangan informasi terkait korea menjadi kepuasaan tersendiri bagi remaja generasi Z (Putri,K.A, 2010). Hal ini, menjadikan mereka terkesan kurang bangga dengan budaya local. 

Mereka seakan menyandang predikat tertentu di kalangan mereka ketika segala aktivitas dalam kehidupan social bersentuhan dengan budaya korea. 

Contoh yang paling sering terlihat adalah pada komunitas pecinta drama korea di mana terjadi kebiasaan sehari-hari yang berbeda dengan yang lainnya, seperti banyak menghabiskan waktu depan tv/laptop/gadget hanya untuk menonton drama kecintaannya, penampilan ala-ala korea yang diadopsi dari drama yang ditonton, bahkan mereka terbiasa mengucapkan bahasa atau istilah korea dalam percakapan sehari-hari.

Kecenderungan mencintai budaya korea dibanding budaya local dikaitkan dengan tindakan fanatisme di mana remaja begitu mengagungkan budaya korea sehingga lambat laun mempengaruhi pola atau kebiasaan sehari-hari masyarakat generasi Z. 

Hal tersebut mengundang asumsi peneliti bahwa masyarakat generasi Z sangat fanatik dengan Korean wave, sehingga peneliti merumuskan penelitian untuk menganalisis "unsure penyebab fanatisme generasi Z terhadap Korean wave, khususnya pada penggemar Drama Korea".

Tinjauan Literatur

Fanatisme

Fanatisme merupakan ekspresi berlebihan yang secara sadar atau tidak, mendeskripsikan kecintaan terhadap segolongan manusia terhadap suatu hal ekslusif yang sudah diklaim serta diyakini sebagai suatu hal yang terbaik bagi diri ingsan tersebut.

Fanatisme merupakan fenomena yang sangat penting dalam budaya modern, pemasaran, serta realitas pribadi dan di sosial masyarakat, hal ini karena budaya sekarang sangat berpegaruh besar terhadap individu dan hubungan yang terjadi di diri individu menciptakan suatu keyakinan dan pemahaman berupa hubungan, kesetian, pengabdian, kecintaan, dan sebagainya (Seregina, Koivisto & Mattila, 2011).

Fenomena ini hampir selalu dilihat dan dipelajari sebagai fenomena komunal (bersama-sama), banyak penggemar menunjukkan hal yang sangat menarik pandangan yaitu mereka merasa bahwa memiliki komunitas fans akan mengikuti perubahan dan perkembangan obyek mereka (Pertiwi, 2013).

Generasi Z

Generasi Z atau generasi pascamilenial adalah kelompok manusia termuda di dunia saat ini. Mereka lahir dalam rentang 1995 hingga 2010. 

Di Indonesia, pada 2010 saja jumlah mereka sudah lebih dari 68 juta orang, nyaris dua kali lipat Generasi X (kelahiran 1965-1976) dan kini ada sekitar 2,5 miliar orang Generasi Z di seluruh dunia (Agustina, 2018).

Karakteristik umum Generazi Z

Generasi digital karena lahir pada zaman digital. Kehidupan sosialnya lebih banyak dihabiskan dengan memanfaatkan dunia maya, multitasking (kecenderungan melakukan banyak hal dalam waktu yang bersamaan), ingin mendapat pengakuan, memiliki ambisi yang besar dan menyukai kampanye yang kekinian (Agustina, 2018).

Korean Wave 

Korean Wave (Hallyu) mengacu pada fenomena budaya populer Korea yang mulai populer di Asia Tenggara dan daratan Cina pada akhir 1990-an. 

Terutama, hallyu sangat populer di kalangan anak muda yang terpesona dengan bahasa Korea musik (K-pop), drama (K-drama), film, fashion, makanan, dan kecantikan di China, Taiwan, Hong Kong dan Vietnam, dll. 

Fenomena budaya ini sangat erat kaitannya dengan gerakan lintas negara yang berlapis-lapis, arus informasi dan modal di Asia Timur (Kim, 2015). Korean wave adalah sebuah istilah yang diberikan untuk tersebarnya atau gelombang Korea secara global di berbagai negara di dunia termasuk Indonesia (Simbar, 2016).

Metode Penelitian

Konsep pada penelitian ini menggunakan metode descriptive kualitatif, di mana peneliti menganalisa bagaimana fanatisme masyarakat generasi Z terhadap Korean wave, khususnya pada komunitas pecinta drama korea. Penelitian ini melibatkan 10 orang remaja yang berusia kisaran 11- 25 tahun.
 
Untuk menganalisa fanatisme generasi Z terhadap Korean wave, digunakan metode wawancara tertulis sebagai instrument penelitian.
 
Lokasi Penelitian
 
Lokasi penelitian ini dilakukan di kota Barru dengan melibatkan 5 respondent penggemar drama korea. Peneliti mendistribusi wawancara tertulis menggunakan Google Form.

Populasi dan Sampel

Populasi 

Dalam penelitian ini, yang menjadi populasi adalah semua komunitas penggemar drama korea yang tergabung dalam group telegram.

Sampel 

Sample dalam penelitian ini adalah 5 orang remaja penggemar drama korea. Teknik pengambilan sampel adalah sampling purposive. 

Sampling Purposive adalah teknik penentuan sampel dengan pertimbangan tertentu (Suharsaputra,2012). Alasan peneliti menggunakan teknik sampling ini karena anggota yang tergabung dalam grup telegram adalah penggemar drama korea . 

Tehnik Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan dengan tehnik wawancara tertulis yang didistribusi dalam bentuk link melalui Google Form. 

Teknik Analisis Data 

Tehnik analisis data adalah  menggunakan pendekatan Grounded Theory yaitu menggunakan tehnik pengkodean. Tehnik mengkode dilakukan dengan cara mentabulasi data hasil interview. 

Pendekatan grounded theory adalah metode riset kualitatif yang menggunakan satu kumpulan prosedur sistematis untuk mengembangkan grounded theory induktif yang diturunkan tentang sebuah fenomena (Ayu & Budiasih, n.d.). 

Tujuan utama dari grounded theory adalah untuk memperluas penjelasan tentang fenomena dengan mengidentifikasi elemen kunci dari fenomena itu, dan kemudian mengkategorikan hubungan dari elemen-elemen dengan konteks dan proses percobaan.

Pembahasan

Fanatisme generasi Z terhadap Drama Korea

Fanatisme merupakan ekspresi atau kecintaan  yang berlebihan terhadap suatu objek yang digemari. 

Perilaku fanatik dapat dilihat pada aktivitas penggemar, ekpresi penggemar dan pola tingkah laku penggemar. Berdasarkan data yang diperoleh dari wawancara tertulis, maka ditemukan data tentang hal-hal penyebab fanatisme generasi Z pada Drama Korea sebagai berikut:

1. Berdasarkan Alur Cerita

Alur cerita yang tidak bisa ditebak 

Predikat drama korea memang menjadi trending topic bagi generasi Z. Bagi generasi Z drama korea menyajikan alur yang berbeda dengan drama-drama dari negara lain. 

Drama dengan alur yang biasa saja tentu tidak membawa rasa penasaran yang tinggi bagi penggemar. Contoh yang paling konkret adalah mereka biasa membandingkan alur cerita drama korea dengan sinetron Indonesia. 

Bagi mereka, sinetron versi Indonesia mudah untuk ditebak alurnya sehingga kurang selera mereka untuk menonton. Hal tersebut membuat mereka selalu menunggu dan rela meluangkan waktu mereka untuk menikmati setiap episode sampai pada ending drama.

Alur cerita yang tidak membosankan

Drama dengan plot yang membosankan atau “garing menurut istilah remaja memang tidak membawa candu bagi penikmat drama. Tak sedikit penikmat drama memilih menghentikan atau beralih ke judul yang jika dihadapkan pada situasi tersebut. Menurut mereka, mengapa harus menonton hal yang biasa-biasa dan membuat bosan. Drama korea memang menampilkan alur yang unik dan tidak monoton di setiap judul drama.

Alur cerita yang menyentuh

Drama korea memang mampu menyihir penggemarnya. Apalagi dengan cerita yang menyentuh, membuat para penikmatnya seakan hanyut dan membawa diri seolah-olah mereka berada dalam kehidupan drama yang ditampilkan. 

Banyak pula yang menjadikan drama korea sebagai pelajaran hidup tentang cara menyikapi hal-hal yang terjadi dalam kehidupan (Emqi, 2018). Bahkan tidak sedikit dari penikmatnya mengekspresikan emosi mereka dengan cara menangis, tersenyum, dan bahkan marah. 

Dengan kata lain drama dengan cerita menyentuh mampu mengoyak emosi penontonya. Tidak heran mengapa remaja generasi Z menempatkan drama korea sebagai list hiburan yang menyenangkan.

2. Berdasarkan budaya

Destinasi wisata

Drama korea banyak menampilkan destinasi wisata yang sangat indah. Pemandangan tersebut banyak ditampilkan pada drama berbagai genre, baik komedi, trailer, percintaan sampai pada genre kerajaan. 

Hal itu menjadi daya tarik penonton sehingga menyukai hal-hal yang berbau korea. Tak sedikit remaja menjadikan Negara korea sebagai whistlist destinasi wisata bahkan banyak yang rela menghabiskan uang mereka untuk berkunjung ke korea. Selain berwisata, kesempatan bagi penggemar untuk bertemu sang idola.

Fashion (gaya berpakaian)

Di era 4.0 seiring merebaknya gelombang korea, salah satu fenomena Korean wave yang melanda generasi Z adalah menjadikan actor dan aktris sebagai model mereka dalam hal fashion. 

Mereka banyak mengadopsi fashion atau style korea karena ingin dianggap gaul, fashionable dan up to date (Trisnawati, 2016). 

Barang-barang branded seperti aksesoris, baju, dan kosmetik bagi perempuan, style rambut bagi laki-laki adalah fenomena yang paling sering dijumpai dalam kehidupan social. Dampak fanatisme budaya korea juga mempengaruhi gaya berpakaian generasi Z (Putri et al, 2019).

3. Berdasarkan Sikap

Gaya komunikasi dalam menyapa (sopan)

Selain tampilan atau goodlooking para actor/aktris yang mampu menyihir para penggemar bahkan dijadikan mereka idola oleh generasi Z, ternyata sikap yang ditampilkan dalam drama juga menjadi daya tarik penggemar. 

Salah satu budaya korea yang patut dicontoh adalah kesopanan, dimana pada saat bertemu mereka memberi salam pertemuan dengan membungkukan badan dan kepala beberapa derajat. Hal ini dilakukan sebagai salam penghormatan untuk semua kalangan.
  
Selain itu, gaya atau aksen korea yang terdengar lembut dan meleok-leok sering menjadi lakonan generasi Z untuk ditirukan (Angelicha, 2020).

Tak heran, bila dalam berkomunikasi mereka menggunakan istilah atau percakapan korea ketika menyapa atau bahkan berbicara.

Menyentuh dalam membawakan peran

Profesionalisme para pemain drama memang tidak diragukan lagi. Ini tidak lepas dari kontribusi sutradara dalam memilih penokohan yang sesuai dengan karakter dalam drama. 

“Total dalam berakting” adalah ungkapan yang biasa terdengar dalam percakapan para pecinta drama korea ketika mereka bercakap. Sehingga mereka lebih mengidolakan tokoh korea dibandingkan aktris/actor Indonesia.

Kesimpulan 

Merujuk pada analisis tentang hal-hal yang yang mengundang fanatisme remaja generasi Z pada drama korea dipengaruhi oleh berbagai unsure yakni, unsur plot atau alur cerita, budaya, dan sikap. 

Alur cerita dalam drama antara lain; alur yang susah ditebak, tidak membosankan, dan menyentuh bagi para penikmat drama korea. Selain itu, unsur budaya yakni detinasi wisata dan fashion juga merupakan kecintaan penggemar korea. 

Adapun dalam unsure sikap yakni kesopanan dan peran yang menyentuh yang ditampilkan dalam drama korea sangat diagungkan oleh generasi Z. 

Saran

1. Bagi anggota atau komunitas pecinta drama Agar antusiasme dan kecintaan terhadap drama korea dapat dijadikan motivasi dan inspirasi diarahkan ke hal- hal yang positif.

2. Bagi orangtua 

Agar dapat mengawasi aktivitas aktivitas anak agar jangan sampai perilaku fanatik terhadap drama korea melebihi batas yang wajar dan membawa dampak yang buruk terhadap kehidupan sehari- hari anak.

3. Bagi peneliti selanjutnya
 
Agar peneliti lain dapat mengembangkan hasil penelitian ini dengan mengaitkannya dengan variabel lain.

Daftar Pustaka 

Agustina, I. (2018). Memahami Generasi Z Lebih Dekat. Pbi.Uii.Ac.Id, 1–18. https://pbi.uii.ac.id/wp-content/uploads/2018/03/Presentasi-Materi-Generasi-Z-PBI-UII-Vian-Ike.pdf

Angelicha, T. (2020). Dampak Kegemaran Menonton Tayangan Drama Korea Terhadap Perilaku Remaja. Journal of Education, Psychology and Counseling, 2(1), 154–159.

Ayu, I. G., & Budiasih, N. (n.d.). METODE GROUNDED THEORY DALAM RISET KUALITATIF. 19–27.

Emqi, M. F. (2018). Pengaruh Drama Korea Dengan Rasa Syukur Dan Kepercayaan Diri. Jurnal Ilmu Humaniora, 2(1), 116–124.

Kim, B. (2015). Past , Present and Future of Hallyu (Korean Wave). American International Journal of Contemporary Research, 5(5), 154–160.

Pertiwi, S. A. (2013). Konformitas Dan Fanatisme Pada Remaja Korean Wave. Psikoborneo, 1(2), 84–90. http://e-journals.unmul.ac.id/index.php/psikoneo/article/view/3286

Putri, K. A., Amirudin, A., & Purnomo, M. H. (2019). Korean Wave dalam Fanatisme dan Konstruksi Gaya Hidup Generasi Z. Nusa: Jurnal Ilmu Bahasa Dan Sastra, 14(1), 125. https://doi.org/10.14710/nusa.14.1.125-135

Rinata, A. R., & Dewi, S. I. (2019). Fanatisme Penggemar Kpop Dalam Bermedia Sosial Di Instagram. Interaksi: Jurnal Ilmu Komunikasi, 8(2), 13. https://doi.org/10.14710/interaksi.8.2.13-21

Sachari, A. (2007). Budaya visual Indonesia: membaca makna perkembangan gaya visual karya desain di Indonesia abad ke-20 (p. 228).

Simbar, F. K. (2016). Fenomena Konsumsi Budaya Korea Pada Anak Muda Di Kota Manado Frulyndese K. Simbar Nim 120817007. Jurnal Holistik, 10(12), 1–12.

Suharsaputra, U. (2012). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan Tindakan.

Trisnawati, T. Y. (2016). Fashion sebagai Bentuk Ekspresi Diri dalam Komunikasi. Jurnal The Messenger, 3(2), 36. https://doi.org/10.26623/themessenger.v3i2.268

0 Komentar