Buntu Bertahun-Tahun, Tapal Batas Sinjai–Bulukumba Butuh Keputusan Tegas
Font Terkecil
Font Terbesar
Sinjai, Sulselpos.id- Konflik tapal batas antara Kabupaten Sinjai dan Kabupaten Bulukumba di Sulawesi Selatan adalah persoalan lama yang hingga kini belum menemukan titik terang. Mediasi demi mediasi dilakukan oleh pemerintah daerah maupun provinsi, tetapi hasilnya selalu buntu, Waktu berjalan, masalah dibiarkan berlarut, dan akhirnya rakyat kecil di perbatasanlah yang menanggung dampaknya.
Bagi masyarakat yang hidup di kawasan perbatasan, ketidakjelasan ini bukan sekadar persoalan garis di atas peta.
Mereka menghadapi kebingungan soal administrasi kependudukan, kesulitan dalam mengakses pelayanan publik, bahkan potensi gesekan sosial akibat tumpang tindih klaim wilayah. Seolah-olah negara hadir hanya sebatas wacana, tanpa memberikan kepastian yang nyata.
Jika kita menengok lebih luas, kasus Sinjai–Bulukumba hanyalah satu contoh dari banyak konflik tapal batas di Indonesia. Dari Sumatera hingga Papua, persoalan serupa kerap muncul.
Ini menunjukkan ada kelemahan mendasar dalam sistem penetapan dan penyelesaian batas wilayah. Kepastian hukum tata wilayah belum sungguh-sungguh menjadi prioritas negara.
Di sinilah letak kegelisahan kami sebagai warga lokal. Mediasi yang hanya seremonial tanpa penyelesaian konkret membuat kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah semakin luntur.
Persoalan yang semestinya bisa dituntaskan lewat keputusan tegas justru dibiarkan menggantung. Padahal, yang dipertaruhkan bukan hanya dokumen administrasi, melainkan juga rasa keadilan dan keamanan warga.
Pemerintah pusat tidak bisa lagi berperan sebagai penonton. Kementerian Dalam Negeri harus mengambil alih kendali penuh dalam penuntasan tapal batas Sinjai–Bulukumba. Sudah saatnya ada keputusan final yang mengikat semua pihak, sehingga tidak ada lagi ruang bagi perdebatan yang melelahkan.
Momentum kemerdekaan ke-80 ini seharusnya menjadi pengingat bahwa arti merdeka bukan hanya berdiri sebagai bangsa, tetapi juga memastikan setiap jengkal tanah memiliki kepastian hukum yang jelas. Rakyat di perbatasan berhak merasakan manfaat kemerdekaan dalam bentuk pelayanan publik yang lancar, administrasi yang jelas, dan kehidupan sosial yang harmonis.
Tanpa penyelesaian, kita sedang menyiapkan “bom waktu” sosial. Perselisihan kecil bisa membesar menjadi konflik horizontal, hanya karena negara lamban memberikan kepastian. Jangan sampai kita menunggu tragedi lebih dulu baru kemudian bertindak.
Dalam hukum, ada adagium yang mengatakan Ubi jus incertum, ibi jus nullum, di mana hukum tidak pasti, di situ sebenarnya hukum tidak ada. Begitu pula persoalan tapal batas: tanpa kepastian, rakyat kehilangan pegangan, dan negara kehilangan wibawa. Karena itu, penyelesaian bukan sekadar administratif, tetapi soal menegakkan keadilan yang nyata.
Sebagai aktivis lokal, saya ingin menegaskan, penyelesaian tapal batas bukan sekadar urusan birokrasi, melainkan juga soal menjaga persatuan bangsa dari bawah.
Kepastian wilayah adalah pondasi penting untuk menghadirkan keadilan. Dan keadilan itulah yang menjadi syarat utama tegaknya persatuan.
Mari kita jadikan peringatan kemerdekaan kali ini sebagai momentum. Jangan biarkan rakyat Sinjai dan Bulukumba terus terjebak dalam ketidakpastian. Persatuan Indonesia hanya akan kokoh jika keadilan ditegakkan sampai ke pelosok daerah, Pemerintah pusat harus hadir sekarang, bukan besok, bukan lusa.
