OPINI, Sulselpos.id - Suatu pagi yg cerah aku duduk termenung di sudut jendela,di temani secangkir kopi nama mu ku sebut dalam rindu yg terlarut dlm setiap seduhannya
Tapi kali ini kenikmatan kopi tersebut telah menghilang untuk di rasakan si penikmatnya,tetapi apakah yg di lakukan si penikmatnya apakah dia akan menjadi lelaki bodoh dlm secangkir kopi
Namun si penikmatnya berpikir bahwa Menabunglah jika perlu,Bergeraklah jika engkau mampu ,Berjuanglah jika kata itu masih ada,Dan berhentilah jika telah usai.
Lelaki itu apa bila telah merasakan kenikmatan dia akan menjadi seorang yg ingin berjuang demi mempertahankan seperti cerita antara semut dan gula,Untuk apa bertahan jika yang dipertahankan menolak itu?
Imperialisme manalagi yang harus di jabarkan ketika sudah tak ada artinya lagi?Itu adalah semua imperialisme tentang bagaimana caranya agar tetap berjuang
Tetapi tidak seperti yg di pikirkan si penikmat!
Seharusnya yg di namakan cinta harus saling mempunyai ikatan komitmen yg harus menjadi leluhur di dlm pikirannya dlm menjalin hubungan yang baik.
Tak selamanya ikatan itu menjadi sebuah pemikiran yang seutuhnya. Adakalanya semua beramuk menjadi luka,Itu akan menjadi luka apa bila ada khianat yg menjadi persetan dlm ikatan tersebut!
Semua rasa akan indah ketika bersama. Namun kebersamaan itu tidaklah selamanya akan indah.Jadikanlah kebersamaan mu itu menjadi rasa yg selalu ada baik di dlm suka maupun duka!
Namun semua itu telah tertelan sedemikian luka yg dia berikan,Tetaplah optimis jika mengambil keputusan untuk tetap mempertahankan cinta yg di bangun dari nol hingga menjadi cinta yg sebenarnya.
Seperti itulah cerita yg tersemat dalam inspirasi cinta dalam secangkir kopi jadikanlah tulisan ini sebagai motivasi bukan menjadikannya sebagai pencari kesalahan.
Penulis : Muhammad Khairul Nizam
Mahasiswa Sinjai
*Tulisan tanggung jawab penuh penulis*
0 Komentar