Skandal Audit, Praktik Fraud Laporan Keuangan Rugikan Perusahaan


OPINI, Sulselpos.id - Kejaksaan Agung terus mengusut perkara korupsi terkait pembiayaan ekspor nasional ke beberapa pihak melalui Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI). 

Kejagung harus mengusut tuntas kasus dugaan korupsi tersebut bahkan sampai pada sejumlah pengusaha yang ikut terlibat sebagai pengemplang LPEI karena sangat merugikan LPEI hingga Rp.4,7 triliun dimana LPEI saat ini masih membutuhkan PMN (Penyertaan Modal Negara). 

Sejumlah perusahaan yang diberikan fasilitas pembiayaan ekspor nasional melalui LPEI ialah : Group Walet, Group Johan Darsono, Duniatex Group, Group Bara Jaya Utara, Group Arkha. 

Selanjutnya, PT Srigati Lestari, PT Lautan Harmoni Sejahtera, PT Kemilau Harapan Prima, serta PT Kemilau Kemas Timur, (Achi Wicaksono, 2021).

Saat ini Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus), telah menetapkan tujuh orang saksi menjadi tersangka dalam penyidikan dugaan korupsi pada LPEI. 

Mereka adalah mantan direktur pelaksana UKM dan Asuransi Penjaminan LPEI 2016-2018, Indrawijaya Supriadi (IS); mantan kepala Departemen Analisis Risiko Bisnis (ARB)-II LPEI 2017-2018, Novelis Hendrawan (NH); mantan kepala kantor Wilayah (Kakanwil) LPEI Makassar 2019-2020, Eko Mardiasto (EM); mantan relationship manager Divisi Unit Bisnis LPEI 2015-2020 Kanwil Surakarta, Creisa Ryan Gara Sevada (CRGS); Deputi Bisnis LPEI 2016-2018 kanwil Surakarta, Amri Alamsyah (AA); mantan kepala Departemen Bisnis UKMK LPEI, Mugi Lestiadi (ML); dan pegawai manager risiko PT BUS Indonesia, Rizki Armando Riskomar (RAR). 

Ketujuh tersangka tersebut dikenai Pasal 21 dan Pasal 22 UU Tipikor 31/1999-20/2001. "Setiap orang yang dengan sengaja mencegah, merintangi, atau meninggalkan secara langsung atau tidak langsung penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan di sidang pengadilan terhadap tersangka dan terdakwa ataupun para saksi dalam perkara korupsi, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 12(dua belas) tahun dan atau denda paling sedikit Rp.150.000.000,00 dan paling banyak RP.600.000.000,00." 

Dan "Setiap kurang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28, Pasal 29, Pasal 35, atau Pasal 36 yang dengan sengaja tidak memberi keterangan atau memberi keterangan yang tidak benar, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3(tiga) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun dan atau dengan denda paling sedikit Rp.150.000.000,00 dan paling banyak Rp600.000.000, 00." (Ilham Tirta, 2021).

Akan tetapi, para tersangka tersebut kerap menghindar dari pemanggilan pemeriksaan, mereka menolak diperiksa karena alasan kasus LPEI bukan tindak pidana korupsi karena tidak merugikan negara. 

Mereka memiliki alasan-alasan yang tidak dapat dipertanggungjawabkan dalam menolak bersaksi karena penolakan mereka memberikan keterangan pada kasus pokoknya, penyidik sampai saat ini belum menemukan tersangka .(Ilham Tirta, 2021).

Untuk mencari tersangka pokok, tim penyidik Jampidsus memeriksa tiga saksi yang merupakan tim auditor dan manajer di LPEI yakni Saeful Hendra (SH), Kepala Departemen Spesial Audit-I LPEI April 2020-Juli 2021; Agung Waluyo (AW).

Kepala Satuan Kerja Audit Internal LPEI terkait hasil audit internal di LPEI; dan Hapsari Kusumaningrum (HK), Asisten Relationship Manager LPEI terkait pemberian fasilitas kredit LPEI. Namun, penyidik belum dapat menyimpulkan siapa tersangka utama kasus tersebut. (Ilham Tirta, 2021).

Kemudian dinyatakan bahwa penyelenggaraan pembiayaan ekspor nasional kepada perusahaan diduga dilakukan LPEI tanpa melalui prinsip tata kelola yang baik, dimana hal itu berdampak pada meningkatnya kredit macet atau non-performing loan (NPL).(Tsarina Maharani, 2021).

Berdasarkan laporan keuangan, LPEI diduga mengalami kerugian sebesar Rp.4,7 triliun padahal sebelumnya LPEI masih mencatat laba sebesar 171,6 miliar. 

Sementara itu, penurunan pendapatan biaya dan usaha syariah bersih juga terjadi sebesar 33,45% menjadi Rp.1,42 triliun. Dan beban pada pembentukan cadangan kerugian penurunan nilai aset keuangan membengkak hampir 4 kali lipat. 

Selain itu, LPEI juga mencatat peningkatan Non Performing Loan (NPL) sebesar 23,39%. (Tsarina Maharani, 2021)
Laporan fraud keuangan adalah auatu bentuk kecurangan yang dilakukan oleh manajemen dalam bentuk salah saji material laporan yang merugikan investor dan kreditor. 

Dan dari kasus tersebut Bentuk fraud yang terjadi, adalah  perusahaan tersebut telah menjual sejumlah aset yang harusnya diperuntukkan ke ekspor dengan membeli sejumlah properti kemudian mereka menjualnya kembali. Namun, uang hasil penjualan tersebut tidak dikembalikan kepada LPEI. (GUNARWANTO 2021).

Sehingga hal ini berdamapk pada munculnya kerugian  kerugian sebesar Rp.4,7 triliun padahal sebelumnya LPEI masih mencatat laba sebesar 171,6 miliar. Sementara itu, penurunan pendapatan biaya dan usaha syariah bersih juga terjadi sebesar 33,45% menjadi Rp.1,42 triliun. 

Dan beban pada pembentukan cadangan kerugian penurunan nilai aset keuangan membengkak hampir 4 kali lipat. Selain itu, LPEI juga mencatat peningkatan Non Performing Loan (NPL) sebesar 23,39%. Dimana bentuk fraud keuangan yang terjadi ialah hasil penjualan sejumlah aset yang harusnya diperuntukkan ke ekspor tidak dikembalikan kepada Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI). (GUNARWANTO 2021).

Sejatinya, sesuai standar pemeriksaan, akuntan publik harus mendalami pemeriksaannya jika diketahui ada penyimpangan (fraud) dan memuat dalam laporan audit adanya penyimpangan tersebut. 

Namun, jika akuntan publik kongkalikong dengan pihak manajemen untuk merekayasa kondisi keuangannya, maka penyimpangan tersebut tidak akan tampak dan laporan auditnya bersih dari masalah. (GUNARWANTO 2021).

Olehnya itu, menurut pendapat saya sendiri, Kecurangan Laporan Keuangan (Financial Statement Fraud) ialah suatu bentuk tindakan kecurangan yang pada hakikatnya sengaja dilakukan oleh manajemen perusahaan dengan dalih mencapai tujuan tertentu. 

Dimana kecurangan tersebut dampaknya akan berimbas pada pihak investor dan kreditor. Seperti yang terjadi pada Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI), adapun kecurangan yang dilakukan adalah pada perusahaan yang bekerja sama dengan LPEI, ia menjual sejumlah aset yang mestinya diperuntukkan untuk LPEI namun, hasil penjualan tersebut tidak dikembalikan kepada Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI).

Untuk itu, ide yang mesti dilakukan ialah memiliki sistem pengendalian fraud yang baik, mengawasi karyawan dan menyediakan saluran telekomunikasi untuk pelaporan fraud, melaksanakan pemeriksaan fraud secara proaktif, serta memberi gambaran hukuman yang akan diterima bila kiranya ada pihak yang melakukan kecurangan laporan keuangan atau Fraud.

Penulis : Irwandi
(Mahasiswa Semester 5, IAIM Sinjai)

Tulisan tanggung jawab penuh penulis

0 Komentar