Membangun Kesadaran: Mengenali Arti Pentingnya Sebuah Pendidikan

         


Sinjai, Sulselpos.id- Opini Melihat Kondisi serta kejadian di dunia pendidikan pada saat ini itu telah mencoreng dunia pendidikan yang dimana tupoksi kita sebagai siswa yang notabenenya menuntut ilmu untuk pergi sekolah akan tetapi dunia pendidikan itu tidak lagi sejalan dengan apa yang menjadi cita-cita kh.Hajar Dewantara.

bapak pendidikan yang ada di Indonesia itu mencetuskan tripusat pendidikan yang di dalamnya mencakupi (Keluarga,Sekolah,dan masyarakat).

Keluarga adalah pusat pendidikan pertama dan utama bagi seorang anak. Perannya sangat fundamental dalam menanamkan nilai-nilai dasar, etika, moral, dan budi pekerti.

Di sini, anak pertama kali belajar tentang kasih sayang, sopan santun, dan agama. Orang tua berperan sebagai pendidik utama yang membentuk dasar kepribadian anak melalui keteladanan dan bimbingan.

Sekolah adalah pusat pendidikan kedua yang berperan dalam memberikan pendidikan secara terstruktur dan formal. Fungsinya adalah untuk mengembangkan kecerdasan intelektual, penguasaan ilmu pengetahuan, dan keterampilan akademis.

Sekolah juga berperan sebagai tempat transmisi budaya dan nilai-nilai sosial yang lebih luas. Guru di sekolah bertindak sebagai fasilitator dan pembimbing yang membantu siswa mengembangkan potensi diri secara maksimal.

Masyarakat adalah pusat pendidikan ketiga yang melengkapi peran keluarga dan sekolah. . Dalam lingkungan ini, anak belajar berinteraksi sosial, menerapkan pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh, serta mengembangkan karakter dan kecakapan hidup.

Pendidikan di masyarakat berlangsung secara alami melalui berbagai kegiatan, seperti organisasi pemuda, kegiatan sosial, dan interaksi dengan beragam individu. Masyarakat berfungsi sebagai wadah untuk mengimplementasikan dan menguji nilai-nilai yang telah dipelajari.

Sinergi antara ketiga pusat ini sangat penting. Jika salah satu pusat tidak berfungsi dengan baik, maka proses pendidikan anak akan timpang. Tujuan utama Tripusat Pendidikan adalah menciptakan individu yang seimbang, cerdas, berakhlak mulia, dan memiliki peran positif dalam masyarakat.

"Menurut saya pemukulan yang di lakukan siswa ini jadi pukulan telak bagi pendidikan di Indonesia," Ungkap Nabil 

Peristiwa ini bukan hanya mencederai martabat tenaga pendidik, tetapi juga menunjukkan lemahnya pengawasan dan adanya unsur pembiaran, apalagi orang tua siswa berada di lokasi saat aksi kekerasan itu berlangsung apakah pendidikan sekarang hanya sebagai formalitas untuk mendapatkan ijazah? 

Bagaimana kemudian dunia pendidikan ini telah banyak mencetuskan orang-orang yang sangat hebat untuk kemajuan bangsa ini perlu kita ketahui bersama bahwa apa yang terjadi pada dunia pendidikan pada saat ini yang sangat memprihatinkan guru adalah orang yang tidak kenal tanda ijazah mereka mengajar untuk siswanya memberikan kasih sayang dimana letak hati nurani kalian sehingga melayangkan pukulan pada seseorang guru.

ingat pada saat "Pengeboman di kota Hiroshima dan Nagasaki itu kemudian lebih mengutamakan guru" 

karena kenapa guru sebagai profesi yang sangat mulia itu kemudian di cederai oleh anak bangsa Indonesia yang kelak akan menjadi pemimpin di masa depan 

Dan salah satu tokoh yang sangat di kenal yang meng-kritik dunia pendidikan adalah bapak 

Paulo freire mengkritik dunia pendidikan karena menganggapnya sebagai alat penindasan yang menumpulkan nalar kritis dan kreativitas siswa. Ia menyebutnya sebagai "pendidikan gaya bank" (banking education).

Hilangnya Dialog dan Kesadaran Kritis

Freire berpendapat bahwa pendidikan haruslah menjadi proses dialogis dan problem-posing (hadap-masalah), di mana guru dan siswa berinteraksi sebagai subjek yang setara untuk bersama-sama memahami dan memecahkan masalah.

Ketika dialog ini hilang, yang tersisa hanyalah "budaya bisu" di mana siswa tidak memiliki ruang untuk berekspresi, bertanya, atau menentang. Pemukulan terhadap guru, dalam konteks Freire, dapat dilihat sebagai ekspresi kekerasan dari frustrasi dan ketidakberdayaan yang menumpuk akibat penindasan sistemik ini, meskipun hal itu merupakan tindakan yang salah.

Hubungan Penindas dan Tertindas

Dalam model pendidikan ini, guru secara tidak sadar menjadi pihak penindas dan siswa menjadi pihak tertindas. Meskipun guru tidak bermaksud jahat, sistem yang ada menempatkan mereka dalam posisi yang superior, sedangkan siswa dalam posisi inferior. 

Dehumanisasi ini terjadi pada kedua belah pihak: guru kehilangan kemanusiaannya karena harus menjadi sosok otoriter, sementara siswa kehilangan kemanusiaannya karena kreativitas dan nalar kritisnya dimatikan.

 Itulah kemudian perlu adanya Revolusi di dalam tubuh sistem pendidikan semoga apa yang telah terjadi pada sistem pendidikan pada saat ini semoga tidak terjadi lagi.

OPINI : Nabil Pratama Kabid PTKP HMI kom Syaf'i Ma'arif

ADVERTISEMENT